Tuesday, September 23, 2008

Bagaimana Cara Menjadi Pengusaha ?


By Sandiaga S Uno


Akhir-akhir ini kecenderungan untuk menjadi pengusaha terasa meningkat ditandai dengan adanya berbagai pelatihan dan munculnya berbagai lembaga yang menyediakan diri untuk mendorong dan melatih seseorang menjadi pengusaha.

Hal ini merupakan perkembangan yang sangat menggembirakan. Semakin banyak pengusaha, maka semakin banyak lapangan kerja yang tersedia dan semakin banyak pengangguran yang bisa diserap. Saat ini pengangguran di Indonesia telah mencapai angka 11 juta. Jika kita asumsikan setiap usaha merekrut setidaknya 2 pegawai, maka jika tumbuh 1 juta pengusaha, akan tersedia 2 juta lapangan kerja. Dengan adanya pengusaha, pemerintah akan terbantu untuk menyediakan lapangan kerja. Kita tahu bahwa pemerintah juga memiliki keterbatasan. Munculnya pengusaha akan sangat membantu pemerintah.

Dengan tersedianya lapangan kerja, maka daya beli masyarakat akan meningkat dan pada akhirnya mengurangi angka kemiskinan. Saat ini kita masih memiliki 40 juta rakyat miskin, sebuah jumlah yang sangat besar. Jika 1 pekerja menghidupi 1 istri dan 1 anak, maka setidaknya 3 juta orang tertolong dengan hadirnya 1 pengusaha. Oleh karena itu, jumlah pengusaha harus ditingkatkan lagi agar semakin banyak orang tertolong.

Pada sisi lain, pengusaha juga merupakan penyumbang pajak bagi pemerintah. Sebagaimana diketahui, APBN kita 70 % lebih dibiayai oleh pajak. Jika jumlah pengusaha semakin banyak maka, jumlah penerimaan negara akan makin meningkat dan lebih banyak yang bisa dilakukan pemerintah untuk masyarakatnya.

Bagi pengusaha sendiri, seperti yang saya rasakan, lebih banyak yang bisa saya raih daripada saat dulu masih menjadi karyawan. Tulisan ini akan membantu para pembaca yang ingin mengetahui bagaimana caranya menjadi pengusaha.

Pertama yang harus dilakukan adalah mengatasi rasa takut menjadi pengusaha. Umumnya orang enggan menjadi pengusaha karena takut akan bankrut, takut tertipu dan lain-lain. Intinya takut akan resiko yang akan dihadapi. Padahal sebenarnya, apapun yang kita lakukan pada dasarnya beresiko. Sebagai contoh: kita menyeberang jalan, tentu ada resiko tertabrak. Sebagai orang yang dikaruniai akal, tentu kita tidak akan menyeberang sembarangan. Begitu pula dengan menjadi pengusaha, resiko bisa kita minimalkan dengan manajemen yang baik. Jika kita tidak sanggup menanggung resiko besar, kita bisa memilih resiko yang lebih kecil. Dan memang lebih baik memulai dari sesuatu yang kecil

Yang kedua adalah mengenai modal. Banyak orang batal menjadi pengusaha karena tidak memiliki modal. Sesungguhnya modal itu penting tapi bukan yang utama. Yang utama adalah ide. Uang berapapun tidak akan menghasilkan keuntungan jika tidak memiliki ide. Saya bisa memberikan kepada Anda uang 1 milyar hari ini, tetapi jika Anda tidak punya ide usaha, maka uang itu akan habis pelan atau cepat. Sebaliknya jika seseorang memiliki ide, maka uang akan datang dengan sendirinya. Banyak pengusaha yang memulai tanpa modal sama-sekali, dan pada akhirnya perbankan berebut menawarkan modal kepadanya.

Untuk memulai usaha, sekali lagi bukan modal uang yang dibutuhkan. Pilihlah usaha yang tidak membutuhkan uang untuk memulainya. Kita bisa belajar dari para pedagang yang menjual cash tetapi membeli dengan bayar di belakang. Jadi tidak ada modal uang. Jika memang membutuhkan uang, sementara Anda tidak memiliki uang, pakailah uang orang lain. Cukup sederhana. Masalahnya tinggal bagaimana Anda menggunakan ‘modal’ yang diberikan Tuhan, tubuh dan akal Anda untuk memakai uang orang lain.

Modal yang kedua adalah keberanian. Mulai dari sekarang, beranikan diri Anda untuk bermimpi. Mungkin ini agak aneh, tetapi dunia sudah membuktikan bahwa banyak penemuan ilmiah berdasarkan mimpi dan khayalan. Mobil-mobil sekarang ini berasal dari khayalan masa kecil. Ketika mimpi dan khayalan terwujud, kesuksesan sudah menanti di depan mata.

Selanjutnya, beranilah berbeda. Ditengah pasar yang kompetitif, menjadi beda adalah hal yang penting. Jika Anda membuat sesuatu yang sama dengan kompetitor Anda, maka produk atau jasa Anda peluangnya berbagi dengan kompetitor Anda. Sesuatu yang berbeda adalah nilai tambah. Dengan berbeda, keuntungan akan lebih besar. Lihatlah sekeliling, apa yang menjadi masalah atau kebutuhan di sekitar Anda. Dengan demikian Anda akan memahami pasar sebelum meluncurkan produk atau jasa.

Jika Anda sulit menemukan sebuah bisnis yang benar-benar baru, tidak perlu kecil hati karena Anda bisa memilih bisnis yang masih memiliki prospek pertumbuhan di masa mendatang. Salah satunya adalah bisnis di sektor telekomunikasi. Anda tidak perlu berpikir untuk mendirikan operator baru karena memang bukan itu ‘mainan’ yang tepat untuk pemula, namun lihatlah rantai bisnis telekomunikasi dari hulu sampai hilir. Lihat juga bisnis yang terkait dengan sektor telekomunikasi ini, karena sesungguhnya mata rantai bisnis ini sangat panjang.

Selanjutnya siapkan keberanian untuk memulai. Makin cepat akan makin baik. Ibarat antrian, yang lebih dulu akan mendapatkan kesempatan lebih dulu. Buanglah keraguan Anda, karena jika Anda selalu ragu-ragu, maka Anda tidak akan pernah memulai, dan Anda tidak tahu apakah Anda akan berhasil atau gagal. Jika tidak pernah memulai, maka Anda tidak bisa belajar bagaimana menghindari kegagalan dan Anda juga sekaligus tidak pernah mengalami kesuksesan. Anda hanya akan terus berpikir, tanpa pernah mencoba untuk melakukan yang Anda pikirkan.

Seorang senior kami di HIPMI, Saudara Purdie E. Chandra yang memiliki Entrepreneur College memiliki sebuah metode memulai yang sederhana. Kita tidak usah berpikir macam-macam, kita lakukan saja semudah kita buang air di WC. Kita tidak pernah memikirkan bagaimana cara memasuki WC, kita juga tidak pernah memikirkan bagaimana cara buang air, apakah dengan ritme atau tidak. Begitu saja terjadi dan selesai. Kita sukses buang air. Kita tidak pernah memikirkan apakah kita akan gagal dalam buang air, kan? Jika kita gagal buang air, kita tinggal makan pepaya. Gitu aja koq repot?

Kalaupun ditengah perjalanan ada kegagalan, itu merupakan hal yang sangat biasa. Dengan demikian kita memiliki pengalaman, anggap saja hal itu merupakan biaya sekolah. Lebih baik kita gagal di awal daripada gagal di akhir. Pendiri dan pemilik KFC, telah gagal 19 kali untuk meyakinkan bahwa ayam gorengnya enak dan laku sebelum akhirnya menemui jalan suksesnya. Begitu juga Puspo Wardoyo gagal di tempat asalnya dan memulai usaha Ayam Bakar Wong Solo di Medan.

Jika kita belum memiliki pengalaman saat memulai usaha, merupakan sesuatu yang wajar. Pengalaman akan didapatkan seiring perjalanan usaha. Tidak ada seseorang yang tiba-tiba ahli dalam bidang apapun, semuanya melalui proses belajar. Sayangnya menjadi pengusaha tidak ada sekolahnya, sehingga trial and error menjadi salah satu metode yang paling sering digunakan. Jika Anda lulus maka kesuksesan yang Anda raih, jika belum maka kesuksesan Anda akan tertunda. Kesuksesan seorang pengusaha ditentukan oleh berapa kali ia lebih banyak bangun dari kegagalan.

Jika sampai disini, masih ada keraguan untuk memulai usaha, saya khawatir Anda belum memiliki mindset seorang pengusaha. Mindset adalah pola pikir. Seorang pengusaha melihat kendala sebagai peluang. Ketika orang-orang perkotaan memiliki budaya malas dan memiliki waktu terbatas untuk mencuci, seorang pengusaha mendirikan usaha laundry. Dengan mindset ini, seorang pengusaha bisa struggle dan survive. Mulai dari sekarang rubahlah mindset Anda. Jika mindset ini sudah terbangun, maka Anda akan memiliki banyak akal, berpikir tidak linier dan mampu mengatasi segala masalah.

Ada pameo, lebih baik menjadi kepala semut daripada ekor gajah. Dengan menjadi pengusaha, kita menjadi kepala, bukan ekor. Apakah kemudian badan kita besar atau kecil, tentu tergantung bagaimana kita mengelola usaha kita. Dengan makin majunya ilmu managemen, makin mudah mengelola manajemen perusahaan. Jadi beranikan diri Anda menjadi kepala.



Friday, September 19, 2008

Mark Zuckerberg, Orang Kaya Termuda


Usia Mark Zuckerberg baru 24 tahun, tetapi ia bisa menghasilkan 1,5 miliar dollar AS.
Keberhasilan pria pendiri Facebook, salah satu situs jejaring sosial ternama di dunia, ini membuatnya nangkring dalam jajaran 400 orang terkaya di Amerika versi Forbes.
Tidak hanya itu, dalam jajaran tersebut ia juga dinobatkan sebagai orang kaya yang paling muda.

Semula, Zuckerberg mengembangkan Facebook di dalam kamar asramanya semasa kuliah di Harvard. Anggota pertama yang bergabung dalam Facebook adalah teman-temannya sendiri. Dalam jangka waktu dua minggu, sepertiga dari siswa Harvard telah menjadi anggota tetap Facebook.

Walaupun ia sempat mengenyam pendidikan di Harvard, bahkan merintis Facebook di perguruan tinggi ternama itu, ia tercatat belum menyelesaikan studinya sehingga titel sarjana pun belum disandangnya.

Pengguna Facebook terus meningkat dan kini mencapai 100 juta member di seluruh dunia dengan keuntungannya ditaksir mencapai 300 juta dollar per tahun. Malah ada sejumlah orang yang tak lagi jadi mahasiswa atau yang masih di sekolah ingin bergabung.

Jejaring yang dihim­punnya meliputi 55.000 jaringan berdasarkan demografi, pekerjaan, sekolah, kolegial, dan sebagainya. Setiap harinya ada foto yang di-upload (dimasukkan ke Facebook) dan pesan yang dikirim.

Prestasi yang diraih Zuckerberg tak benar-benar mulus. Sejumlah perkara ia dapatkan sehubungan dengan Facebook, termasuk tudingan yang menyebutkan rancangan Facebook sebenarnya tiruan. Di tengah sejumlah kontroversi itu, nama Facebook dan Mark Zackerberg tetap digemari banyak orang.

Bahkan, Microsoft tertarik untuk membeli 1,6 persen saham Facebook dengan nilai 240 juta dollar, akhir Oktober lalu. Transaksi ini menunjukkan nilai kapitalisasi Facebook ternyata lebih tinggi, yaitu sekitar 15 miliar dollar. Setelah itu sejumlah tawaran mengepung Facebook.


Source : Kompas, 19 September 2008
http://www.kompas.com/read/xml/2008/09/19/10245097/mark.zuckerberg.orang.kaya.termuda

Wednesday, September 17, 2008

Raja FO dari Bandung : Perry Tristrianto


Perry Tristrianto is credited for the epic transformation of Bandung into a shopping haven. Dozen of his factory outlets attract millions of visitors, from Jakarta, Bali and as far afield as Malaysia.

Over the past three years, Perry has expanded his business into new restaurants - All About Strawberry, Rumah Sosis, The Range, Gallery Barbie and a floating market at the Jatiluhur Purwakarta Dam, West Java with two upcoming projects to add to his business empire.

GlobeAsia estimates that his business turnover last year exceeded Rp1.44 trillion ($157 million).

As a businessman, Perry is an open and welcoming figure, especially to reporters. “I was brought up with the news and media, those who gave positive as well as negative reviews. For me, bad or good reviews only make readers more interested in my business, and visit. Once they visit they might as well shop,” says Perry.

Perry's business philosophy centers on public curiosity, and he uses the media as his promotion agents to gain more customers.

“I always think about what is reported by the media. My idea to open Rumah Sosis (Sausage House) came from a friend who manufactures good sausages but whose revenue fell in 2005. I offered to sell his sausages in front of my stores.

"It turns out many people liked it and so I started the Sausage House. Today, we can sell seven tons of sausages every month even though only two tons is required to run the factory. I don't really want to make sausages, I'm more in the habit of selling,” he says.

Perry also recalls how he opened his horse riding attraction north of Bandung, gathering a number of horsemen who taught horseback riding to children One ride costs Rp5,000. “I made a horseback riding package by adding some cowboy costumes and a Texas setting. I then increased the cost of one ride to Rp15,000 - of which Rp10,000 was for me, and the rest for the horsemen. After all, I'm helping them.”

Inspired by the floating market in Bangkok, Perry gathered local vendors operating around the Jatiluhur Dam to sell in the floating buildings he built. He also opened a factory clothing outlet on water.

Currently, Perry is planning to open another factory outlet in Masjid Kubah Emas area in Depok, West Java.

His principle: “Don't enter the market that is already available, but create a new one instead. Selling is dancing: find an empty room!”


Be nice to staff

Perry adds that if a business unit has been running well, the next step is to show appreciation to employees because these people are making the money.

In order to keep his employees motivated, Perry rotates them to handle different jobs. “What causes an employee to decrease his synergy is the boredom factor. So, if there was an employee who works to fold the clothes, after a few months I'd move him to the sausage house and have him manage sausages or the horses. If previously assigned at the clothing store, now he's moved to work in the mountains.

"With a new challenge, the employee cannot be bored,” he explains.

Perry's customers come from all socio-economic backgrounds, but he says the lower class is more loyal.

“Well, it's those who drive Kijangs. They like recreation and spending a certain amount of budget. For the upper class group, you sell one item, expensive but more laborious - like you're dealing with foreigners. The upper class group is more demanding,” he explains.

Undeniably, Perry targets Jakarta residents, who generally discover his stores in the mass media. Perry says the glory days of factory outlets are over and now it's a matter of understanding the market.

Jakarta people used to come to Bandung to shop at factory outlets and while shopping, they would discover Bandung's specialty foods. Now things have turned the other way around: they visit Bandung for the food.

Perry is now opening more food outlets in front of his clothing outlets. “Once they eat, they'll walk into the store and shop. It's up to us to outsmart the situation.”

Perry's genius for understanding sales is acknowledged by marketing expert Kafi Kurnia who says business triumphs have been based on Perry's speed in reading the market. “He's capable of being creative with references from reading the market,” Kafi says, opening businesses when the time is right and being quick to close when profit is no longer viable.

Foreign flights

Visitors to factory outlets in Bandung are again increasing with two direct flights from Bandung to Kuala Lumpur. Perry says Malaysians are shopping in increasing numbers.

“I've asked a few Malaysians why they shop in Indonesia, especially with bad news (riots and terrorism) about Indonesia circulating in the international world. They say Malaysians and Indonesians are the same people - different from Singaporeans who have to think twice before coming here.”

Perry expects more Malaysians to come to Bandung with a proposed direct flight to Bandung from Bandar Seri Begawan. He adds however that If more international tourists are coming, the local government needs to respond by improving public facilities.

In the meantime Perry selects his outlets based on the way customers shop, with outlets in Jagorawi and Cikampek and two at a gas station in Kebon Jeruk, Jakarta, to catch impulse buyers.

Perry says 40% of the clothes sold in his factory outlets are domestic products while the rest are imported from China, India, Korea and Vietnam. According to Perry, commodities from China are more popular because they tend to be more innovative, but he agrees that most brand name products from China are fakes.

If Indonesia produced the same products he would buy local, he says. “If China manufactures fake products and we manufacture fake products, why would I shop in China? The clothing industry here is not brave, and maybe doesn't have the knowledge of labelled clothing and the latest trends," he says.

"If brand A is popular, then manufacture that brand as long as the owner of the brand hasn't said anything. Once they say something, then stop. That's what China is doing. They don't care what people say,” he adds.

Ade Sudrajat, head of the Indonesia Textile Association (DPD) for West Java, says there are many factory outlets selling Indonesian manufactured goods. About 50% of clothing products sold in factory outlets is made locally.

Ade says most large scale textile companies and national producers make their product for the export market, looking for higher profits. Meanwhile the domestic market is based on small- to medium-scale enterprises.

“However, not many of them know how to create a market. As a result, imported products
source : Majalah Globe Asia, August 2008

Tuesday, September 09, 2008

Batik Oey Soe Tjoen, Orang yang Bekerja dengan Ingatan Kuat


Keindahan itu sebenarnya ada dalam ruang-ruang tersembunyi. Keindahan bukan tidak tampak, tetapi hanya bersetia dalam keheningan....

Ba adalah titik, dot, yang terangkai menyusun sebuah garis. Saat dirangkai, garis-garis itu menjadi sebuah lukisan atau gambar yang memesona. Bunga mawar dengan kupu-kupu cantik yang mengitarinya, terpampang indah dengan latar belakang biru kehijauan, cantik tentunya.

”Itu adalah motif khas karya batik kami. Dulu awalnya, motif itu dikumpulkan dari gambar kartu pos zaman Belanda. Bapak mertua saya, Oey Soe Tjoen, meminta kepada karyawannya untuk menggambar motif itu sebagai pola untuk batik yang diproduksinya. Ada lebih dari 100 motif bunga telah dikumpulkan,” kata Istianti Setiono, penerus batik halus khas Pekalongan yang dikenal dengan Batik Oey Soe Tjoen.

Namun, kecantikan batik Oey Soe Tjoen tidak hanya karena polanya yang bunga atau kupu-kupu itu. Kecermatan dan proses membatik serta mewarnai yang lumayan rumit, njlimet, memberinya nilai tersendiri.

Awalnya adalah memberi kanji (tepung dari ketela) pada kain mori yang 100 persen dibuat dari kapas. ”Kesulitan ada sejak itu. Menarik dan membentangkan kain yang menyusut karena dikanji bukan hal mudah. Dahulu saya sering menyobekkan kain yang baru dikanji sebab menariknya terlalu kuat,” kata Istianti.

Setelah kembali dibentangkan pada ukuran semula, kain mulai diberi pola dan diberi malam (lilin untuk membatik). Berbeda dari pembatik pada umumnya yang menarik garis atau menyusun titik seturut garis lurus dari atas ke bawah ke atas, garis dan rangkaian titik batik produk Oey Soe Tjoen dibuat melengkung. Ini untuk memberi kesan lembut, sesuai pesan Oey Soe Tjoen.

Petani yang menjadi pembatik pada usaha milik keluarga Oey Soe Tjoen, lanjut Istianti, terbiasa dengan pola itu. Mereka adalah orang-orang yang memiliki ketenangan sehingga mampu membatik dengan cermat dan teliti. Namun, efeknya adalah waktu yang dibutuhkan menjadi lebih lama. Apalagi, batik Oey Soe Tjoen adalah batik yang dibuat bolak-balik. Artinya, dua sisi kain dilukis dengan pola dan cara yang sama.

Setelah semua pola awal ditutup malam, kain dicelup dalam pewarna, lalu dikerok, ditutup malam lagi untuk memberi warna berikutnya. Setidaknya lebih dari 12 kali kain itu melalui proses diberi malam, diwarnai, dan dikerok, sebelum akhirnya kain batik itu selesai.

Setiap memberi warna baru, pola yang diberi warna ditutup kembali dengan malam. Gradasi yang dimunculkan betul-betul melalui pemalaman, pewarnaan, dan pengerokan yang berulang-ulang.

Sejak mewarisi usaha batik dari orangtuanya, tahun 1930, Oey Soe Tjoen sengaja mengalihkan cara memproduksi batik dari cap ke batik tulis halus. Istrinya, Kwee Tjoan Giok, pun terlibat aktif dalam usaha itu.

Berdua mereka merintisnya. Mulai dari membina pembatik yang umumnya adalah petani yang tinggal di sekitar Kedungwuni, tempat keluarga itu tinggal, hingga membina relasi dengan pendukung usaha, seperti pembuat canting dan penyedia malam tawon.

Tidak heran jika sepeninggal Oey Soe Tjoen pada tahun 1975, pembatik itu tetap setia bekerja pada Oey Kam Long, anak ketiga Oey Soe Tjoen. Ketika Oey Kam Long atau Muljadi Widjaja menikahi Istianti Setiono, Kwee Tjoan Giok pun melatih Istianti, yang sarjana lulusan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Sanata Dharma Yogyakarta, menjadi penerus.

Istianti kerap diajak menjenguk pembatik di rumah mereka. Ia juga ditunjukkan kepada siapa canting dibeli. Tak jarang ia diajak bertandang ke rumah mereka, tidak hanya untuk urusan pekerjaan, tetapi sekadar untuk berkunjung. ”Kami memilih tetap mempertahankan cara dan proses sebagaimana bapak mertua saya memulainya,” kata Istianti, yang kemudian meneruskan usaha itu setelah suaminya wafat tahun 2002.

Kunjungan itu kerap dipakai untuk mengontrol kualitas dan kinerja pembatik. ”Setiap proses harus diperiksa dengan cermat dan detail. Jangan sampai ada satu tetesan malam yang tidak pada tempatnya karena kalau terlewat dan telanjur diwarnai sulit sekali hilang,” kata Istianti lagi.

Jika ada yang sobek atau tercoret saat proses, Istianti segera menelepon si pemesan. ”Kami jelaskan kondisinya dan bertanya apakah akan diteruskan atau dihentikan. Biasanya mereka akan meminta dibuatkan baru dan yang telanjur rusak tetap diteruskan,” papar Istianti.

Dengan pola kerja seperti itu, dalam satu tahun Istianti hanya mampu memproduksi 15 lembar kain batik. ”Semuanya adalah pesanan,” kata Istianti yang menjual kain produksinya Rp 6,5 juta dan Rp 7,5 juta per lembar.
source :
by : Josie Susilo Hardianto

Kebangkitan Hidup Sandiaga Uno


Manis-pahit dunia kerja dikecap Sandiaga Uno pada usia muda. Mengawali karier sebagai karyawan, meraih puncak karier dalam waktu singkat, hingga diberhentikan dari pekerjaan nan mapan, mencipta arus balik hidup Sandiaga untuk menjadi pengusaha. Tahun 2008 ia dinobatkan menjadi ”Entrepreneur of The Year” dari Enterprise Asia untuk predikat pengusaha terbaik.

Pencapaian itu adalah buah dari pergulatan panjang. Namun, pria yang akrab disapa Sandi itu menyebut dirinya sebagai ”pengusaha kecelakaan”. Itu karena kiprahnya di dunia usaha dimulai tatkala kondisi karier dan keuangannya sedang terpuruk pada 1998.

Pria lulusan Wichita State University, Amerika Serikat, dengan predikat summa cumlaude itu mengawali karier sebagai karyawan Bank Summa pada 1990. Tahun 1991 ia mendapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di George Washington University, Amerika Serikat. Ia lulus dengan indeks prestasi kumulatif 4,00.

Kariernya terus melesat. Pada tahun 1994 ia bergabung dengan MP Holding Limited Group sebagai investment manager. Pada 1995 ia hijrah ke NTI Resources Ltd di Kanada dan menjabat Executive Vice President NTI Resources Ltd dengan penghasilan 8.000 dollar AS per bulan.

Namun, kariernya itu tak berlangsung lama. Krisis moneter sejak akhir 1997 menyebabkan perusahaan tempatnya bekerja bangkrut. Semua tabungan hasil jerih payahnya yang diinvestasikan ke pasar modal juga turut kandas akibat ambruknya bursa saham global.

Kembali ke Indonesia

Sandi kembali ke Indonesia dan menumpang di rumah orangtuanya, Henk Uno dan Mien R Uno, karena tidak mampu membayar sewa rumah. Situasi sulit ini sempat membuat ayah dua anak itu hampir putus asa.

Pergulatan batin dalam keterpurukan membuat Sandi berkeyakinan, menjadi karyawan membuat ia sulit memiliki kemandirian secara finansial. Pemikiran itu melandasi langkahnya untuk ”banting setir” dan menapaki dunia bisnis.

”Sebagai karyawan perusahaan, banyak hal dapat terjadi di luar kontrol kita. Apabila keadaan ekonomi memburuk, ada kemungkinan kita di-PHK (pemutusan hubungan kerja) meskipun kita memiliki prestasi di perusahaan itu,” tutur bungsu dari dua bersaudara itu.

Pada tahun 1997 ia mendirikan perusahaan penasihat keuangan, PT Recapital Advisors bersama teman SMA-nya, Rosan Perkasa Roeslani. Ia mempelajari seluk-beluk bisnis, antara lain dari William Soeryadjaya.

Pada 1998 Sandi dan Edwin Soeryadjaya, putra William, mendirikan perusahaan investasi PT Saratoga Investama Sedaya. Bidang usaha yang digarap meliputi pertambangan, telekomunikasi, dan produk kehutanan.

Berbekal jejaring relasi dengan perusahaan serta lembaga keuangan dalam dan luar negeri, Sandi menjalankan bisnis itu. Usahanya menghimpun modal investor untuk mengakuisisi perusahaan-perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan. Kinerja perusahaan yang krisis itu lantas dibenahi dan dikembangkan. Setelah pulih, aset perusahaan dijual dengan nilai tinggi.

Ada 12 perusahaan yang sudah diambil alih. Beberapa perusahaan telah dijual, antara lain PT Dipasena Citra Darmaja, PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN), dan PT Astra Microtronics.

Pada tahun 2007 Sandi dinobatkan menjadi 122 orang terkaya di Indonesia versi majalah Asia Globe dengan total aset perusahaan mencapai 80 juta dollar AS. Pada 2008 ia dinobatkan menjadi orang terkaya ke-63 di Indonesia dengan total aset 245 juta dollar AS.

Sandi mengibaratkan dunia usaha seperti naik sepeda, yakni kerap jatuh-bangun. Hanya keberanian, optimisme dalam memandang masa depan yang membuka jalan untuk mendulang kesuksesan.

Baginya, jejaring relasi hanya menyumbang 30 persen dari kesuksesan. Unsur kesuksesan selebihnya bersumber dari kerja keras dan menjaga kepercayaan. Dengan semangat itu, usaha yang digelutinya kini memiliki total karyawan 10.000 orang.

”Hidup harus punya target. Tanpa target, pencapaian akan sulit,” tutur pria yang menjabat Ketua Dewan Pembina Himpunan Pengusaha Muda Indonesia itu.

Dorong UMKM

Di bidang keorganisasian, pria penggemar olahraga basket ini pernah menjabat Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) periode 2005-2008. Selama masa kepemimpinannya, jumlah pengusaha yang tergabung di Hipmi meningkat dari 25.000 orang menjadi 35.000 orang.

Di mata koleganya, Sandi merupakan sosok inspirator bagi pengusaha muda yang minim pengalaman. Ketua Umum BPP Hipmi 2008-2011 Erwin Aksa menuturkan, Sandi gigih menanamkan prinsip bahwa pengusaha harus punya mimpi dan bekerja sepenuh hati.

Sandi juga sibuk sebagai Ketua Komite Tetap Bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Kamar Dagang dan Industri Indonesia. Ia mempunyai obsesi meningkatkan jumlah pengusaha Indonesia dari 0,18 persen menjadi 5 persen dari total penduduk pada 2025.

Menurut ia, ada tiga masalah besar yang dihadapi pelaku UMKM saat ini, yaitu kualitas sumber daya manusia (SDM), akses pasar, dan pendanaan. Keprihatinan terbesarnya adalah nasib pengusaha kaki lima yang sering mengalami penggusuran hingga sulit meningkatkan kualitas SDM.

UMKM selama ini dibiarkan tumbuh sendiri oleh pemerintah tanpa kebijakan yang berpihak. Namun, sektor itu mampu bertahan pada saat krisis dan menopang perekonomian negara selama sekitar 10 tahun. Belakangan, sektor UMKM menjadi pilar penciptaan lapangan kerja dengan kemampuan menyerap karyawan rata-rata 5-10 orang per unit usaha.

”Kebijakan yang diperlukan adalah memberi ruang bagi UMKM. Upaya menolong mereka bukan dengan menggusur, melainkan membuat pasar baru untuk berusaha dan membuka akses pasar,” kata Sandi.

Meski senang berkecimpung dalam organisasi, ia mengaku belum tertarik untuk menduduki jabatan politik. Sandi menolak anggapan bahwa kesuksesannya saat ini merupakan jalan meretas karier politik.

”Yang diperlukan bangsa saat ini adalah pengusaha,” katanya

Source : http://cetak.kompas.com/sosok
4 September 2008
by : BM Lukita Grahadyarini

Thursday, September 04, 2008

Wejangan Steve Jobs

Saya merasa bangga di tengah-tengah Anda sekarang, yang akan segera lulus dari salah satu universitas terbaik di dunia. Saya tidak pernah selesai kuliah.

Sejujurnya, baru saat inilah saya merasakan suasana wisuda. Hari ini saya akan menyampaikan tiga cerita pengalaman hidup saya. Ya, tidak perlu banyak. Cukup tiga.


Cerita Pertama: Menghubungkan Titik-Titik

Saya drop out (DO) dari Reed College setelah semester pertama, namun saya tetap berkutat di situ sampai 18 bulan kemudian, sebelum betul-betul putus kuliah. Mengapa saya DO?

Kisahnya dimulai sebelum saya lahir. Ibu kandung saya adalah mahasiswi belia yang hamil karena "kecelakaan" dan memberikan saya kepada seseorang untuk diadopsi. Dia bertekad bahwa saya harus diadopsi oleh keluarga sarjana, maka saya pun diperjanjikan untuk dipungut anak semenjak lahir oleh seorang pengacara dan istrinya.

Sialnya, begitu saya lahir, tiba-tiba mereka berubah pikiran ingin bayi perempuan. Maka orang tua saya sekarang, yang ada di daftar urut berikutnya, mendapatkan telepon larut malam dari seseorang: "kami punya bayi laki-laki yang batal dipungut; apakah Anda berminat? Mereka menjawab: "Tentu saja."

Ibu kandung saya lalu mengetahui bahwa ibu angkat saya tidak pernah lulus kuliah dan ayah angkat saya bahkan tidak tamat SMA. Dia menolak menandatangani perjanjian adopsi. Sikapnya baru melunak beberapa bulan kemudian, setelah orang tua saya berjanji akan menyekolahkan saya sampai perguruan tinggi.

Dan, 17 tahun kemudian saya betul-betul kuliah. Namun, dengan naifnya saya memilih universitas yang hampir sama mahalnya dengan Stanford, sehingga seluruh tabungan orang tua saya- yang hanya pegawai rendahan-habis untuk biaya kuliah.

Setelah enam bulan, saya tidak melihat manfaatnya. Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan dalam hidup saya dan bagaimana kuliah akan membantu saya menemukannya. Saya sudah menghabiskan seluruh tabungan yang dikumpulkan orang tua saya seumur hidup mereka. Maka, saya pun memutuskan berhenti kuliah, yakin bahwa itu yang terbaik.

Saat itu rasanya menakutkan, namun sekarang saya menganggapnya sebagai keputusan terbaik yang pernah saya ambil.

Begitu DO, saya langsung berhenti mengambil kelas wajib yang tidak saya minati dan mulai mengikuti perkuliahan yang saya sukai. Masa-masa itu tidak selalu menyenangkan. Saya tidak punya kamar kos sehingga nebeng tidur di lantai kamar teman-teman saya.

Saya mengembalikan botol Coca-Cola agar dapat pengembalian 5 sen untuk membeli makanan. Saya berjalan 7 mil melintasi kota setiap Minggu malam untuk mendapat makanan enak di biara Hare Krishna. Saya menikmatinya. Dan banyak yang saya temui saat itu karena mengikuti rasa ingin tahu dan intuisi, ternyata kemudian sangat berharga.

Saya beri Anda satu contoh: Reed College mungkin waktu itu adalah yang terbaik di AS dalam hal kaligrafi. Di seluruh penjuru kampus, setiap poster, label, dan petunjuk ditulis tangan dengansangat indahnya. Karena sudah DO, saya tidak harus mengikuti perkuliahan normal.

Saya memutuskan mengikuti kelas kaligrafi guna mempelajarinya. Saya belajar jenis-jenis huruf serif dan san serif, membuat variasi spasi antar kombinasi kata dan kiat membuat tipografi yang hebat.

Semua itu merupakan kombinasi cita rasa keindahan, sejarah dan seni yang tidak dapat ditangkap melalui sains. Sangat menakjubkan. Saat itu sama sekali tidak terlihat manfaat kaligrafi bagi kehidupan saya. Namun sepuluh tahun kemudian, ketika kami mendisain komputer Macintosh yang pertama, ilmu itu sangat bermanfaat.
Mac adalah komputer pertama yang bertipografi cantik. Seandainya saya tidak DO dan mengambil kelas kaligrafi, Mac tidak akan memiliki sedemikian banyak huruf yang beragam bentuk dan proporsinya. Dan karena Windows menjiplak Mac, maka tidak ada PC yang seperti itu. Andaikata saya tidak DO, saya tidak berkesempatan mengambil kelas kaligrafi, dan PC tidak memiliki tipografi yang indah.
Tentu saja, tidak mungkin merangkai cerita seperti itu sewaktu saya masih kuliah. Namun, sepuluh tahun kemudian segala sesuatunya menjadi gamblang. Sekali lagi, Anda tidak akan dapat merangkai titik dengan melihat ke depan; Anda hanya bisa melakukannya dengan merenung ke belakang. Jadi, Anda harus percaya bahwa titik-titik Anda bagaimana pun akan terangkai di masa mendatang.
Anda harus percaya dengan intuisi, takdir, jalan hidup, karma Anda, atau istilah apa pun lainnya. Pendekatan ini efektif dan membuat banyak perbedaan dalam kehidupan saya.
Cerita Kedua Saya: Cinta dan Kehilangan.
Saya beruntung karena tahu apa yang saya sukai sejak masih muda. Woz dan saya mengawali Apple di garasi orang tua saya ketika saya berumur 20 tahun. Kami bekerja keras dan dalam 10 tahun Apple berkembang dari hanya kami berdua menjadi perusahaan 2 milyar dolar dengan 4000 karyawan. Kami baru meluncurkan produk terbaik kami-Macintosh- satu tahun sebelumnya, dan saya baru menginjak usia 30. Dan saya dipecat. Bagaimana mungkin Anda dipecat oleh perusahaan yang Anda dirikan? Yah, itulah yang terjadi.
Seiring pertumbuhan Apple, kami merekrut orang yang saya pikir sangat berkompeten untuk menjalankan perusahaan bersama saya. Dalam satu tahun pertama,semua berjalan lancar. Namun, kemudian muncul perbedaan dalam visi kami mengenai masa depan dan kami sulit disatukan. Komisaris ternyata berpihak padanya. Demikianlah, di usia 30 saya tertendang. Beritanya ada di mana-mana. Apa yang menjadi fokus sepanjang masa dewasa saya, tiba-tiba sirna. Sungguh menyakitkan.
Dalam beberapa bulan kemudian, saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Saya merasa telah mengecewakan banyak wirausahawan generasi sebelumnya -saya gagal mengambil kesempatan. Saya bertemu dengan David Packard dan Bob Noyce dan meminta maaf atas keterpurukan saya. Saya menjadi tokoh publik yang gagal, dan bahkan berpikir untuk lari dari Silicon Valley .
Namun, sedikit demi sedikit semangat timbul kembali- saya masih menyukai pekerjaan saya. Apa yang terjadi di Apple sedikit pun tidak mengubah saya. Saya telah ditolak, namun saya tetap cinta. Maka, saya putuskan untuk mulai lagi dari awal. Waktu itu saya tidak melihatnya, namun belakangan baru saya sadari bahwa dipecat dari Apple adalah kejadian terbaik yang menimpa saya. Beban berat sebagai orang sukses tergantikan oleh keleluasaan sebagai pemula, segala sesuatunya lebih tidak jelas. Hal itu mengantarkan saya pada periode paling kreatif dalam hidup saya.
Dalam lima tahun berikutnya, saya mendirikan perusahaan bernama NeXT, lalu Pixar, dan jatuh cinta dengan wanita istimewa yang kemudian menjadi istri saya. Pixar bertumbuh menjadi perusahaan yang menciptakan film animasi komputer pertama, Toy Story, dan sekarang merupakan studio animasi paling sukses di dunia. Melalui rangkaian peristiwa yang menakjubkan, Apple membeli NeXT, dan saya kembali lagi ke Apple, dan teknologi yang kami kembangkan di NeXT menjadi jantung bagi kebangkitan kembali Apple. Dan, Laurene dan saya memiliki keluarga yang luar biasa.
Saya yakin takdir di atas tidak terjadi bila saya tidak dipecat dari Apple. Obatnya memang pahit, namun sebagai pasien saya memerlukannya. Kadangkala kehidupan menimpakan batu ke kepala Anda. Jangan kehilangan kepercayaan. Saya yakin bahwa satu-satunya yang membuat saya terus berusaha adalah karena saya menyukai apa yang saya lakukan. Anda harus menemukan apa yang Anda sukai. Itu berlaku baik untuk pekerjaan maupun pasangan hidup Anda.
Pekerjaan Anda akan menghabiskan sebagian besar hidup Anda, dan kepuasan sejati hanya dapat diraih dengan mengerjakan sesuatu yang hebat.

Dan Anda hanya bisa hebat bila mengerjakan apa yang Anda sukai. Bila Anda belum menemukannya, teruslah mencari. Jangan menyerah. Hati Anda akan mengatakan bila Anda telah menemukannya. Sebagaimana halnya dengan hubungan hebat lainnya, semakin lama-semakin mesra Anda dengannya.
Jadi, teruslah mencari sampai ketemu. Jangan berhenti.
Cerita Ketiga Saya: Kematian
Ketika saya berumur 17, saya membaca ungkapan yang kurang lebih berbunyi: "Bila kamu menjalani hidup seolah-olah hari itu adalah hari terakhirmu, maka suatu hari kamu akan benar."
Ungkapan itu membekas dalam diri saya, dan semenjak saat itu, selama 33 tahun terakhir, saya selalu melihat ke cermin setiap pagi dan bertanya kepada diri sendiri:
"Bila ini adalah hari terakhir saya, apakah saya tetap melakukan apa yang akan saya lakukan hari ini?" Bila jawabannya selalu "tidak" dalam beberapa hari berturut-turut, saya tahu saya harus berubah. Mengingat bahwa saya akan segera mati adalah kiat penting yang saya temukan untuk membantu membuat keputusan besar. Karena hampir segala sesuatu-semua harapan eksternal, kebanggaan, takut malu atau gagal-tidak lagi bermanfaat saat menghadapi kematian. Hanya yang hakiki yang tetap ada.
Mengingat kematian adalah cara terbaik yang saya tahu untuk menghindari jebakan berpikir bahwa Anda akan kehilangan sesuatu. Anda tidak memiliki apa-apa. Sama sekali tidak ada alasan untuk tidak mengikuti kata hati Anda.
Sekitar setahun yang lalu saya didiagnosis mengidap kanker. Saya menjalani scan pukul 7:30 pagi dan hasilnya jelas menunjukkan saya memiliki tumor pankreas.

Saya bahkan tidak tahu apa itu pankreas. Para dokter mengatakan kepada saya bahwa hampir pasti jenisnya adalah yang tidak dapat diobati. Harapan hidup saya tidak lebih dari 3-6 bulan. Dokter menyarankan saya pulang ke rumah dan membereskan segala sesuatunya, yang merupakan sinyal dokter agar saya bersiap mati.
Artinya, Anda harus menyampaikan kepada anak Anda dalam beberapa menit segala hal yang Anda rencanakan dalam sepuluh tahun mendatang. Artinya, memastikan bahwa segalanya diatur agar mudah bagi keluarga Anda.
Artinya, Anda harus mengucapkan selamat tinggal. Sepanjang hari itu saya menjalani hidup berdasarkan diagnosis tersebut. Malam harinya, mereka memasukkan endoskopi ke tenggorokan, lalu ke perut dan lambung, memasukkan jarum ke pankreas saya dan mengambil beberapa sel tumor. Saya dibius, namun istri saya, yang ada di sana , mengatakan bahwa ketika melihat selnya di bawah mikroskop, para dokter menangis mengetahui bahwa jenisnya adalah kanker pankreas yang sangat jarang, namun bisa diatasi dengan operasi. Saya dioperasi dan sehat sampai sekarang.
Itu adalah rekor terdekat saya dengan kematian dan berharap terus begitu hingga beberapa dekade lagi. Setelah melalui pengalaman tersebut, sekarang saya bisa katakan dengan yakin kepada Anda bahwa menurut konsep pikiran, kematian adalah hal yang berguna: Tidak ada orang yang ingin mati. Bahkan orang yang ingin masuk surga pun tidak ingin mati dulu untuk mencapainya.
Namun, kematian pasti menghampiri kita. Tidak ada yang bisa mengelak. Dan, memang harus demikian, karena kematian adalah buah terbaik dari kehidupan. Kematian membuat hidup berputar. Dengannya maka yang tua menyingkir untuk digantikan yang muda. Maaf bila terlalu dramatis menyampaikannya, namun memang begitu.
Waktu Anda terbatas, jadi jangan sia-siakan dengan menjalani hidup oranglain. Jangan terperangkap dengan dogma-yaitu hidup bersandar pada hasil pemikiran orang lain. Jangan biarkan omongan orang menulikan Anda sehingga tidak mendengar kata hati Anda. Dan yang terpenting, miliki keberanian untuk mengikuti kata hati dan intuisi Anda, maka Anda pun akan sampai pada apa yang Anda inginkan. Semua hal lainnya hanya nomor dua.
Ketika saya masih muda, ada satu penerbitan hebat yang bernama "The Whole Earth Catalog", yang menjadi salah satu buku pintar generasi saya. Buku itu diciptakan oleh seorang bernama Stewart Brand yang tinggal tidak jauh dari sini di Menlo Park , dan dia membuatnya sedemikian menarik dengan sentuhan puitisnya. Waktu itu akhir 1960-an, sebelum era komputer dan desktop publishing, jadi semuanya dibuat dengan mesin tik, gunting, dan kamera polaroid.
Mungkin seperti Google dalam bentuk kertas, 35 tahun sebelum kelahiran Google: isinya padat dengan tips-tips ideal dan ungkapan-ungkapan hebat. Stewart dan timnya sempat menerbitkan beberapa edisi "The Whole Earth Catalog", dan ketika mencapai titik ajalnya, mereka membuat edisi terakhir.
Saat itu pertengahan 1970-an dan saya masih seusia Anda. Di sampul belakang edisi terakhir itu ada satu foto jalan pedesaan di pagi hari, jenis yang mungkin Anda lalui jika suka bertualang. Di bawahnya ada kata-kata: "Stay Hungry. Stay Foolish." (Jangan Pernah Puas. Selalu Merasa Bodoh). Itulah pesan perpisahan yang dibubuhi tanda tangan mereka.
Stay Hungry. Stay Foolish. Saya selalu mengharapkan diri saya begitu.
Dan sekarang, karena Anda akan lulus untuk memulai kehidupan baru, saya harapkan Anda juga begitu. Stay Hungry. Stay Foolish.
(Diterjemahkan oleh Dewi Sri Takarini, alumni sebuah perguruan tinggi di Australia )

Tuesday, September 02, 2008

Wirausaha Indonesia Hanya 0.18%

Jakarta, Kompas - Mengutip pendapat pengusaha Ciputra, Indonesia saat ini baru memiliki sekitar 400.000 wiraswasta atau 0,18 persen dari penduduk Indonesia.


Padahal, hasil dari suatu penelitian, jumlah wirausaha di suatu negara minimal 2 persen untuk dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi. Oleh sebab itu, upaya menambah jumlah wirausaha harus jadi perhatian serius.


Peningkatan jumlah wirausaha tersebut dapat dimulai dengan memperkuat penanaman dan pelatihan semangat kewirausahaan di lembaga pendidikan ataupun masyarakat.


Hal ini mengemuka dalam diskusi terbatas pengusaha Bob Sadino serta Pusat Studi Penelitian dan Bisnis Bakrie School of Management di Jakarta, Senin (1/9). Tri Wismiarsi, Direktur Pusat Studi Penelitian dan Bisnis Bakrie School of Management, mengatakan, lembaga pendidikan tinggi tidak ingin menciptakan sarjana yang hanya menambah jumlah pengangguran terdidik.


” Harus ditemukan cara yang membuat jiwa kewirausahaan itu bisa melekat kepada setiap mahasiswa. Saat keluar dari bangku kuliah, mereka siap mandiri. Lembaga pendidikan bisa jadi tempat efektif untuk mengembangkan dan melatih kewirausahaan, termasuk belajar langsung dari entrepreneur sukses yang dimiliki negara ini,” ujarnya.


Keprihatinan


Bob Sadino mengatakan, minimnya jumlah wirausaha yang dimiliki negara ini, sedangkan ada jutaan pengangguran terdidik, termasuk sarjana, seharusnya jadi keprihatinan bangsa.


” Ada yang salah dengan sistem pendidikan kita. Pendidikan sering kali mengekang kebebasan seseorang untuk mengembangkan diri yang justru menimbulkan rasa takut dan pikiran terbelenggu. Akibatnya, mereka tidak berani berbuat,” kata Bob.


Untuk mempercepat pertumbuhan wirausaha di dalam negeri, harus ada upaya serius untuk menciptakan orang-orang yang mampu mengambil peluang dan menciptakan lapangan kerja.


Lembaga pendidikan mesti bisa menumbuhkan semangat kewirausahaan dan membentuk orang-orang yang tahan banting dengan segala kesukaran yang dihadapi untuk membangun kemandirian.


Para birokrat, kata Bob, pemimpin negara ini merupakan orang-orang yang tidak punya pengalaman teruji atau mengalami masa ”berdarah-darah” dalam realitas yang ada di masyarakat.


Akibatnya, kebijakan yang diambil hanya berdasarkan asumsi yang jika salah akan ditanggung dampak buruknya oleh masyarakat.


sumber :
http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/09/02/01123961/wirausaha.indonesia.hanya.018.persen

Lentera Jiwa


Sebuah sharing experience yang sangat menarik dari Andy F Noya. Ternyata orang sekaliber beliau yang sudah menjadi Pemimpin Redaksi Metro TV, mengasuh acara talkshow yang sangat populer 'Kick Andy' dan namanya pasti dikenal jutaan pemirsa TV diseluruh Indonesia. Masih merasakan pergulatan batin dalam menikmati pekerjaan sehari harinya.

Sebuah perjalanan jiwa mencari jati diri, membalancing antara kehidupan profesional dengan hasrat menikmati perjalanan hidup.

Saya yakin, ada jutaan profesional di seluruh dunia yang mengalami pergulatan batin yang sama, pencarian jati diri yang juga melelahkan, hanya skala dan tempatnya saja yang berbeda beda.

Perjalanan seperti ini sama dan sebangun dengan perjalanan para sufi muda dalam mencari makna hidup.....perjalanan Rumi mencari Cinta, perjalanan Sir Muhammad Iqbal melalui Javid Nama nya, Syamsi Tabriz, Hafiz dan sekondan sekondannya...........

Selamat menikmati..! Semoga semakin menyalakan cahaya dalam jiwa kita !
.............
Banyak yang bertanya mengapa saya mengundurkan diri sebagai pemimpin redaksi Metro TV. Memang sulit bagi saya untuk meyakinkan setiap orang yang bertanya bahwa saya keluar bukan karena pecah kongsi dengan Surya Paloh, bukan karena sedang marah atau bukan dalam situasi yang tidak menyenangkan.

Mungkin terasa aneh pada posisi yang tinggi, dengan power yang luar biasa sebagai pimpinan sebuah stasiun televisi berita, tiba-tiba saya mengundurkan diri.
Dalam perjalanan hidup dan karir, dua kali saya mengambil keputusan sulit. Pertama, ketika saya tamat STM. Saya tidak mengambil peluang beasiswa ke IKIP Padang. Saya lebih memilih untuk melanjutkan ke Sekolah Tinggi Publisistik di Jakarta walau harus menanggung sendiri beban uang kuliah. Kedua, ya itu tadi, ketika saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari Metro TV.
Dalam satu seminar, Rhenald Khasali, penulis buku Change yang saya kagumi, sembari bergurau di depan ratusan hadirin mencoba menganalisa mengapa saya keluar dari Metro TV. Andy ibarat ikan di dalam kolam. Ikannya terus membesar sehingga kolamnya menjadi kekecilan. Ikan tersebut terpaksa harus mencari kolam yang lebih besar.
Saya tidak tahu apakah pandangan Rhenald benar. Tapi, jujur saja, sejak lama saya memang sudah ingin mengundurkan diri dari Metro TV. Persisnya ketika saya membaca sebuah buku kecil berjudul Who Move My Cheese. Bagi Anda yang belum baca, buku ini bercerita tentang dua kurcaci. Mereka hidup dalam sebuah labirin yang sarat dengan keju. Kurcaci yang satu selalu berpikiran suatu hari kelak keju di tempat mereka tinggal akan habis. Karena itu, dia selalu menjaga stamina dan kesadarannya agar jika keju di situ habis, dia dalam kondisi siap mencari keju di tempat lain. Sebaliknya, kurcaci yang kedua, begitu yakin sampai kiamat pun persediaan keju tidak akan pernah habis.
Singkat cerita, suatu hari keju habis. Kurcaci pertama mengajak sahabatnya untuk meninggalkan tempat itu guna mencari keju di tempat lain. Sang sahabat menolak. Dia yakin keju itu hanya dipindahkan oleh seseorang dan nanti suatu hari pasti akan dikembalikan. Karena itu tidak perlu mencari keju di tempat lain. Dia sudah merasa nyaman. Maka dia memutuskan menunggu terus di tempat itu sampai suatu hari keju yang hilang akan kembali. Apa yang terjadi, kurcaci itu menunggu dan menunggu sampai kemudian mati kelaparan. Sedangkan kurcaci yang selalu siap tadi sudah menemukan labirin lain yang penuh keju. Bahkan jauh lebih banyak dibandingkan di tempat lama.
Pesan moral buku sederhana itu jelas: jangan sekali-kali kita merasa nyaman di suatu tempat sehingga lupa mengembangkan diri guna menghadapi perubahan dan tantangan yang lebih besar. Mereka yang tidak mau berubah, dan merasa sudah nyaman di suatu posisi, biasanya akan mati digilas waktu.

Setelah membaca buku itu, entah mengapa ada dorongan luar biasa yang menghentak-hentak di dalam dada. Ada gairah yang luar biasa yang mendorong saya untuk keluar dari Metro TV. Keluar dari labirin yang selama ini membuat saya sangat nyaman karena setiap hari keju itu sudah tersedia di depan mata. Saya juga ingin mengikuti lentera jiwa saya. Memilih arah sesuai panggilan hati. Saya ingin berdiri sendiri.
Maka ketika mendengar sebuah lagu berjudul Lentera Hati yang dinyanyikan Nugie, hati saya melonjak-lonjak. Selain syair dan pesan yang ingin disampaikan Nugie dalam lagunya itu sesuai dengan kata hati saya, sudah sejak lama saya ingin membagi kerisauan saya kepada banyak orang.

Dalam perjalanan hidup saya, banyak saya jumpai orang-orang yang merasa tidak bahagia dengan pekerjaan mereka. Bahkan seorang kenalan saya, yang sudah menduduki posisi puncak di suatu perusahaan asuransi asing, mengaku tidak bahagia dengan pekerjaannya. Uang dan jabatan ternyata tidak membuatnya bahagia. Dia merasa lentera jiwanya ada di ajang pertunjukkan musik. Tetapi dia takut untuk melompat. Takut untuk memulai dari bawah. Dia merasa tidak siap jika kehidupan ekonominya yang sudah mapan berantakan. Maka dia menjalani sisa hidupnya dalam dilema itu.. Dia tidak bahagia.
Ketika diminta untuk menjadi pembicara di kampus-kampus, saya juga menemukan banyak mahasiswa yang tidak happy dengan jurusan yang mereka tekuni sekarang. Ada yang mengaku waktu itu belum tahu ingin menjadi apa, ada yang jujur bilang ikut-ikutan pacar (yang belakangan ternyata putus juga) atau ada yang karena solider pada teman. Tetapi yang paling banyak mengaku jurusan yang mereka tekuni sekarang -- dan membuat mereka tidak bahagia -- adalah karena mengikuti keinginan orangtua.
Dalam episode Lentera Jiwa (tayang Jumat 29 dan Minggu 31 Agustus 2008), kita dapat melihat orang-orang yang berani mengambil keputusan besar dalam hidup mereka. Ada Bara Patirajawane, anak diplomat dan lulusan Hubungan Internasional, yang pada satu titik mengambil keputusan drastis untuk berbelok arah dan menekuni dunia masak memasak. Dia memilih menjadi koki. Pekerjaan yang sangat dia sukai dan menghantarkannya sebagai salah satu pemandu acara masak-memasak di televisi dan kini memiliki restoran sendiri. Saya sangat bahagia dengan apa yang saya kerjakan saat ini, ujarnya. Padahal, orangtuanya menghendaki Bara mengikuti jejak sang ayah sebagai dpilomat.
Juga ada Wahyu Aditya yang sangat bahagia dengan pilihan hatinya untuk menggeluti bidang animasi. Bidang yang menghantarkannya mendapat beasiswa dari British Council. Kini Adit bahkan membuka sekolah animasi. Padahal, ayah dan ibunya lebih menghendaki anak tercinta mereka mengikuti jejak sang ayah sebagai dokter.

Simak juga bagaimana Gde Prama memutuskan meninggalkan posisi puncak sebuah perusahaan jamu dan jabatan komisaris di beberapa perusahaan. Konsultan manajemen dan penulis buku ini memilih tinggal di Bali dan bekerja untuk dirinya sendiri sebagai public speaker.
Pertanyaan yang paling hakiki adalah apa yang kita cari dalam kehidupan yang singkat ini? Semua orang ingin bahagia. Tetapi banyak yang tidak tahu bagaimana cara mencapainya.
Karena itu, beruntunglah mereka yang saat ini bekerja di bidang yang dicintainya. Bidang yang membuat mereka begitu bersemangat, begitu gembira dalam menikmati hidup. Bagi saya, bekerja itu seperti rekreasi. Gembira terus. Nggak ada capeknya, ujar Yon Koeswoyo, salah satu personal Koes Plus, saat bertemu saya di kantor majalah Rolling Stone.

Dalam usianya menjelang 68 tahun, Yon tampak penuh enerji. Dinamis. Tak heran jika malam itu, saat pementasan Earthfest2008, Yon mampu melantunkan sepuluh lagu tanpa henti. Sungguh luar biasa. Semua karena saya mencintai pekerjaan saya. Musik adalah dunia saya. Cinta saya. Hidup saya, katanya.
Berbahagialah mereka yang menikmati pekerjaannya. Berbahagialah mereka yang sudah mencapai taraf bekerja adalah berekreasi. Sebab mereka sudah menemukan lentera jiwa mereka.

Monday, September 01, 2008

Marhaban Ya Ramadhan


Semua berlalu begitu cepatnya ! Tidak terasa sudah sebelas bulan kembali terlewatkan dan Ramadhan yang mulia itupun datang kembali. Bagi saya pribadi, Ramadhan ini merupakan Ramadhan yang ke 36 sepanjang perjalanan hidup saya.

Masih ingat betul di memori saya, ketika Ramadhan tiba desa kami tiba tiba menjadi kawasan industri yang sangat sibuk. Maklum 80% penduduk kampung kami adalah pengrajin garmen...jadi momentum Ramadhan adalah waktu yang ditunggu tunggu karena rame order..

Saya sendiri sering menjadi buruh pasang kancing, atau sekedar ikutan melipat daster batik buatan Ibu untuk segera di plastik dan di bawa pedagang yang ke pasar klewer di solo, tanah abang ataupun pasar cipulir....

Disiang hari kalo panas menyengat, kami biasa menghabiskan waktu setengah harian di sungai, berendam sambil mengurangi tekanan haus dan lapar. Kalau kok kadang kadang terteguk air sungai secara ’tidak sengaja’ kamipun mengucap Alhamdulillah..namanya juga anak anak...

Kami bisa bermain dikali seharian...sore dan malamnya bekerja..Apalagi karena saya sekolah dasar di Madrasah, setiap Ramadhan selalu libur sebulan penuh....

Beda sekali dengan anak sulung saya yang sudah belajar puasa sejak tiga tahun lalu, sejak kelas 2 SD. Tidak ada main di sungai, apalagi ikutan bantu orang tua bekerja.....untuk melupakan haus dan lapar anak saya main PS dan kalo siang sangat menyengat harus berendam di bathub...he..he..he

Yang juga sangat menarik akhir akhir ini setiap Ramadhan tiba, HP saya selalu kebanjiran SMS. Entah sejak kapan anjuran bermaaf maafan menjelang Ramadhan cukup dilakukan melalui SMS....kalo sudah kirim SMS, harapan kita semua dosa ke saudara, temen atau mitra kerja terhapus..dan kita memasuki ramadhan dengan hati bersih...

Saking kreatifnya ...banyak cara bermaafan melalui sms, dari yang straight forward, pake pantun dan bahasa bahasa puitis maupun dengan gaya bahasa yang lucu lucu........

Berikut beberapa contoh gaya bermaafan menjelang Ramadhan melalui sms ........

Jika semua HARTA adalah racun maka ZAKAT lah penawarnya, Jika seluruh UMUR adalah DOSA maka TAKWA dan TOBAT lah OBAT nya. Jika seluruh BULAN adalah NODA maka RAMADHAN adalah PEMUTIH nya. Marhaban ya Ramadhan. Mohon maaf lahir dan batin atas segala khilaf. Semoga Allah menerima amal ibadah kita. Amin

Atau gaya puisi seperti ini .......

Tidaklah dikatakan laut bila tidak bergelombang, tidaklah dikatakan hidup bila tak punya khilaf dalam bertutur kata. Permintaan maaf kami sampaikan karena lisan yang tak terjaga, janji yang terabaikan, hati yang berprasangka dan sikap yang pernah menyakitkan. Mohon maaf lahir dan batin. Selamat menunaikan ibadah puasa....

Gaya boso jowo model begini juga menarik....

Mbok Paijem nggelar kloso, dodol kupat ngisore gapuro. Inggih meniko nyambut wulon poso. Menawi lepat kulo nyuwun ngapuro...

Yang ini model lucu lucuan..........

Marhaban Ya Ramadhan. Semoga Ramadhan tahun ini menjadikan BBM (Bulan Barokah dan Maghfiroh), kita ber PREMIUM (Prei Makan dan Minum), SOLAR (Sholat yang Rajin), MINYAK TANAH (Meningkatkan Iman Yang Banyak, Tahan Nafsu Amarah), PERTAMAX (Perangi Tabiat Maxiat) dan BENSIN (Bebaskan Sifat Iri Dengki). Mohon maaf atas segala kesalahan.

Semoga semua permohonan maaf itu, dengan gaya apapun, dengan bahasa apapun adalah sebuah ungkapan yang tulus dari seorang hamba Allah ke saudaranya yang lain. Insya Allah semua bermakna dan makin menambah ke khusyukan kita menjalani ibadah puasa...!

Marhaban ya Ramadhan........!