Akhir minggu lalu kembali saya mengunjungi Lampung untuk melihat perkembangan petani binaan kami.
Beberapa petani binaan kembali mulai melakukan panen atas singkong yang ditanam setahun lalu. Hasil ber variasi sangat tergantung dari kesuburan tanah, jenis bibit yang ditanam, pemupukan dan ketelatenan pemeliharaan masing masing petani.
Beberapa petani binaan kembali mulai melakukan panen atas singkong yang ditanam setahun lalu. Hasil ber variasi sangat tergantung dari kesuburan tanah, jenis bibit yang ditanam, pemupukan dan ketelatenan pemeliharaan masing masing petani.
Namun rata rata petani menghasilkan 20 – 25 Ton/Hektar.
Ada petani binaan yang ternyata bisa menghasilkan 30 Ton/Hektar untuk singkong jenis Kassesart dengan starch content diangka 25% atau lebih.
Seiring kenaikan harga singkong yang sempat menyentuh angka Rp. 650/kg, penghasilan petani petani kami juga mengalami kenaikan signifikan. Walaupun sedikit tergerus oleh naiknya harga harga kebutuhan pokok.
Untuk memulai penanaman kembali, kamipun menghitung kembali biaya penanaman singkong sampai penanganan pasca panen yang biasa kami sebut dengan istilah AUT (Analisa Usaha Tani).
Ternyata AUT penanaman tahun 2008 ini jauh meningkat dibanding AUT tahun lalu. Semua komponen pupuk mengalami kenaikan, ongkos buruh naik apalagi ongkos sewa traktor yang langsung dipengaruhi oleh kenaikan harga solar.
Sewa Lahan Rp. 1,000,000
Pembajakan Rp. 1,050,000
Pupuk Organik Rp. 750,000
Pupuk Kimia Rp. 1,275,000
Herbisida Rp. 700,000
Tenaga Kerja Rp. 750,000
Total Biaya Modal Rp. 5,525,000
Terjadi kenaikan 40 – 60% dari AUT tahun 2007 lalu yang berkisar antara Rp. 3,750,000 – Rp. 4,000,000/ Ha. AUT diatas belum memasukan faktor biaya tenaga kerja cabut saat panen dan ongkos transport ke pabrik.
Disamping adanya kenaikan AUT yang sangat signifikan, petani juga mengalami kendala hilangnya pupuk dipasaran. Terutama pupuk bersubsidi Urea dan SP36.
Kami sangat berharap pemerintah, dinas pertanian dan dinas perdagangan terkait untuk segera membenahi sistem distribusi pupuk ber subsidi sehingga sampai ke petani yang tepat.
Ada petani binaan yang ternyata bisa menghasilkan 30 Ton/Hektar untuk singkong jenis Kassesart dengan starch content diangka 25% atau lebih.
Seiring kenaikan harga singkong yang sempat menyentuh angka Rp. 650/kg, penghasilan petani petani kami juga mengalami kenaikan signifikan. Walaupun sedikit tergerus oleh naiknya harga harga kebutuhan pokok.
Untuk memulai penanaman kembali, kamipun menghitung kembali biaya penanaman singkong sampai penanganan pasca panen yang biasa kami sebut dengan istilah AUT (Analisa Usaha Tani).
Ternyata AUT penanaman tahun 2008 ini jauh meningkat dibanding AUT tahun lalu. Semua komponen pupuk mengalami kenaikan, ongkos buruh naik apalagi ongkos sewa traktor yang langsung dipengaruhi oleh kenaikan harga solar.
Sewa Lahan Rp. 1,000,000
Pembajakan Rp. 1,050,000
Pupuk Organik Rp. 750,000
Pupuk Kimia Rp. 1,275,000
Herbisida Rp. 700,000
Tenaga Kerja Rp. 750,000
Total Biaya Modal Rp. 5,525,000
Terjadi kenaikan 40 – 60% dari AUT tahun 2007 lalu yang berkisar antara Rp. 3,750,000 – Rp. 4,000,000/ Ha. AUT diatas belum memasukan faktor biaya tenaga kerja cabut saat panen dan ongkos transport ke pabrik.
Disamping adanya kenaikan AUT yang sangat signifikan, petani juga mengalami kendala hilangnya pupuk dipasaran. Terutama pupuk bersubsidi Urea dan SP36.
Kami sangat berharap pemerintah, dinas pertanian dan dinas perdagangan terkait untuk segera membenahi sistem distribusi pupuk ber subsidi sehingga sampai ke petani yang tepat.
Jangan sampai kenaikan harga komoditi yang menaikan pendapatan petani ini, habis tergerus kenaikan biaya produksi dan hilangnya pupuk di pasaran.
1 comment:
Wah..kasihan juga ya si petani singkong, jika kondisinya seperti ini. Semuanya pada naik... Lha petani nya bisa naik apa coba...
Menurut hitungan Mas Didi, dengan lahan satu hektar yang berbiaya sebesar itu, bisa dapat keuntungan berapa ya, si petani singkong?
Salam dari Surabaya.
Post a Comment