Kalau mendengar kata lapak, saya yakin yang terbayang dibenak anda adalah kumpulan pedagang yang menggelar dagangannya di pinggir jalan, trotoar atau bahkan di halaman masjid kalau hari Jum’at. Di Jakarta anda bisa temui di hampir setiap jalan besar dimana orang ramai lalu-lalang distu, dari Tanah Abang, Bendungan Hilir, Jatinegara, Pasarminggu sampai jalan raya Bogor pun ada. Disamping memberi rejeki pada ribuan pedagang, juga turut menyumbang kesemrawutan dan kemacetan Jakarta.
Bahkan membuka lapak juga dijadikan salah satu indicator uji nyali temen-temen TDA dalam berdagang…!
Namun yang saya bicarakan disini bukanlah lapak diatas, tapi lapak singkong..!! ya, kembali ke singkong karena memang temen-temen bisnis yang saya kenal dan akrabi di Lampung ini adalah petani, pedagang dan agen singkong…!!
Lapak singkong merupakan tempat agen menerima singkong dari petani atau agen lain yang lebih kecil. Singkong dikirim dari ladang memakai truk, colt atau bahkan gerobak sapi ke lapak, ditimbang dengan jembatan timbang dan di bongkar, petani terima pembayaran cash setelah dipotong utang kalau ada. Karena singkong segar hanya tahan 4 – 5 hari sebelum membusuk, maka agen biasanya hanya menimbun singkong selama 1 – 2 hari untuk kemudian diangkut kembali pakai truk dan dikirim ke pabrik-pabrik tepung disekitar lapak atau pabrik tertentu yang sudah kontrak dengan lapak tersebut.
Lapak merupakan salah satu mata rantai penting dalam proses distribusi singkong dari petani ke pabrikan. Satu lapak besar bisa menampung 200 – 500 Ton singkong per hari, lapak menengah bisa 25 – 100 Ton per hari, sedang lapak kecil biasanya tidak menggunakan jembatan timbang, tapi timbangan kodok atau timbangan tongkat (apa ya istilahnya…?) yang hanya menerima singkong dalam gerobak atau karung.
Di Lampung jumlah lapak besar dan kecil bisa mencapai ratusan. Bedasarkan pengamatan saya, lapak bisa tetap exist dalam mata rantai distribusi singkong bila memiliki karakteristik sebagai berikut;
1. Jaraknya dekat dengan sentra tanaman singkong sementara disekitar lokasi tersebut tidak ada pabrik.
Bahkan membuka lapak juga dijadikan salah satu indicator uji nyali temen-temen TDA dalam berdagang…!
Namun yang saya bicarakan disini bukanlah lapak diatas, tapi lapak singkong..!! ya, kembali ke singkong karena memang temen-temen bisnis yang saya kenal dan akrabi di Lampung ini adalah petani, pedagang dan agen singkong…!!
Lapak singkong merupakan tempat agen menerima singkong dari petani atau agen lain yang lebih kecil. Singkong dikirim dari ladang memakai truk, colt atau bahkan gerobak sapi ke lapak, ditimbang dengan jembatan timbang dan di bongkar, petani terima pembayaran cash setelah dipotong utang kalau ada. Karena singkong segar hanya tahan 4 – 5 hari sebelum membusuk, maka agen biasanya hanya menimbun singkong selama 1 – 2 hari untuk kemudian diangkut kembali pakai truk dan dikirim ke pabrik-pabrik tepung disekitar lapak atau pabrik tertentu yang sudah kontrak dengan lapak tersebut.
Lapak merupakan salah satu mata rantai penting dalam proses distribusi singkong dari petani ke pabrikan. Satu lapak besar bisa menampung 200 – 500 Ton singkong per hari, lapak menengah bisa 25 – 100 Ton per hari, sedang lapak kecil biasanya tidak menggunakan jembatan timbang, tapi timbangan kodok atau timbangan tongkat (apa ya istilahnya…?) yang hanya menerima singkong dalam gerobak atau karung.
Di Lampung jumlah lapak besar dan kecil bisa mencapai ratusan. Bedasarkan pengamatan saya, lapak bisa tetap exist dalam mata rantai distribusi singkong bila memiliki karakteristik sebagai berikut;
1. Jaraknya dekat dengan sentra tanaman singkong sementara disekitar lokasi tersebut tidak ada pabrik.
2. Infrastruktur jalan disekitar sentra tanaman singkong tidak memadai sehingga petani mengangkut hasil panen dengan mobil-mobil kecil atau sapi yang tidak ekonomis apabila dikirim ke pabrik
3. Pemilik lapak sudah lama menjalin hubungan atau kemitraan dengan petani setempat baik dengan memberi pinjaman pupuk atau biaya hidup bila suatu saat diperlukan
4. Agen pemilik lapak menjalin kontrak volume dengan pabrik sehingga bisa menjamin pembelian singkong dari petani setiap hari
5. Timbangan akurat dan tidak ada kecurangan yang merugikan petani
6. Mempunyai cash flow yang baik sehingga bisa membayar singkong petani dengan cash
Analisa Usaha Lapak Singkong
Salah satu indikator paling penting dari sukses membuka lapak adalah lokasi, seperti juga investasi property; lokasi, lokasi dan lokasi…!! Lokasi yang tepat menurut saya adalah bila bisa berada ditengah-tengah antara sentra tanaman singkong dan pabrik, biasanya lapak menerima singkong dari radius 0 – 50 KM dari tanaman disekitar lokasi dan mengirim ke pabrik sampai sejauh 80 KM dari lapak.
Nah, bagaimana kita berhitung untung rugi membuka sebuah lapak, ilustrasi berikut akan coba saya tuliskan sebagai referensi membuka lapak dengan kapasitas 100 Ton/hari :
1. Lokasi
Kita butuh lahan seluas kira-kira ¼ Ha atau 2,500 M2 di tempat yang strategis. Untuk membeli cukup mahal maka kita sewa saja selama 5 tahun Rp. 10 juta ( Rp. 2 juta/tahun). Kita tambahkan Rp. 2 juta lagi untuk pengerasan tanah.
2. Jembatan Timbang & Komputer
Untuk menimbang truk dan mobil pengangkut singkong kita butuh jembatan timbang otomatis yang terhubung ke computer. Jembatan Timbang beserta instalasi-nya bisa kita dapatkan dengan harga Rp. 80 juta, sedangkan computer + software-nya kita anggarkan Rp. 10 juta.
3. Kantor
Kita buat kantor sederhana untuk operator timbang dengan anggaran Rp. 10 juta.
4. Modal Kerja
Untuk membeli singkong 100 Ton/hari dengan rata-rata harga Rp. 400/kg kita butuh modal kerja Rp. 40 juta…….agar cash flow tidak kembang kempis, kita mesti anggarkan perputaran modal kerja 2 hari, maka modal yang dibutuhkan adalah Rp. 80 juta (dengan catatan pabrik juga membeli dari lapak dengan cash dan biasanya ini yang sering dilakukan, bahkan beberapa pabrik berani memberi DP, ini akan makin meringankan modal kita).
5. Fee/Margin
Berdasar bincang-bincang dengan beberapa pemilik lapak, rata-rata mereka memperoleh fee Rp. 10 – 15/kg singkong (kita asumsikan fee bersih yang diterima adalah Rp. 10/kg sedangkan yang Rp. 5 untuk biaya operasional : buruh angkut, satpam, operator timbangan dan mandor). Jangan dilihat fee-nya yang sedikit…!! Tapi factor kali-nya yang dahsyat 100 Ton = 100,000 kg, jadi 100,000X per hari..!!
Jadi total modal yang harus kita siapkan adalah :
Sewa Lahan dan Pengerasan : 12 juta
Jembatan Timbang dan Komputer : 90 juta
Modal Kerja : 80 juta
Total Modal : 182 juta
Hasil penjualan perhari adalah : 410 x 100,000 = 41 juta
Fee/Net Margin per hari adalah : 10 x 100,000 = 1 juta
Dengan asumsi setahun 200 hari kerja (bulan puasa dan idul fitri bisanya lapak sepi, jarang ada petani yang panen, hari-hari dengan kemarau panjang atau hujan lebat juga nggak bisa panen, susah nyabut kalau kemarau panjang, jalan ke ladang tidak bisa dilalui kalo musim hujan lebat) maka setahun fee yang kita dapatkan adalah Rp. 200 juta. Dengan investasi Rp. 90 + 12 juta = Rp 102 juta, maka pay back period nya hanyalah 6 bulan lebih sedikit…!!
Sebuah bisnis yang sangat menguntungkan..!! Anda mau mencoba………..??
Analisa Usaha Lapak Singkong
Salah satu indikator paling penting dari sukses membuka lapak adalah lokasi, seperti juga investasi property; lokasi, lokasi dan lokasi…!! Lokasi yang tepat menurut saya adalah bila bisa berada ditengah-tengah antara sentra tanaman singkong dan pabrik, biasanya lapak menerima singkong dari radius 0 – 50 KM dari tanaman disekitar lokasi dan mengirim ke pabrik sampai sejauh 80 KM dari lapak.
Nah, bagaimana kita berhitung untung rugi membuka sebuah lapak, ilustrasi berikut akan coba saya tuliskan sebagai referensi membuka lapak dengan kapasitas 100 Ton/hari :
1. Lokasi
Kita butuh lahan seluas kira-kira ¼ Ha atau 2,500 M2 di tempat yang strategis. Untuk membeli cukup mahal maka kita sewa saja selama 5 tahun Rp. 10 juta ( Rp. 2 juta/tahun). Kita tambahkan Rp. 2 juta lagi untuk pengerasan tanah.
2. Jembatan Timbang & Komputer
Untuk menimbang truk dan mobil pengangkut singkong kita butuh jembatan timbang otomatis yang terhubung ke computer. Jembatan Timbang beserta instalasi-nya bisa kita dapatkan dengan harga Rp. 80 juta, sedangkan computer + software-nya kita anggarkan Rp. 10 juta.
3. Kantor
Kita buat kantor sederhana untuk operator timbang dengan anggaran Rp. 10 juta.
4. Modal Kerja
Untuk membeli singkong 100 Ton/hari dengan rata-rata harga Rp. 400/kg kita butuh modal kerja Rp. 40 juta…….agar cash flow tidak kembang kempis, kita mesti anggarkan perputaran modal kerja 2 hari, maka modal yang dibutuhkan adalah Rp. 80 juta (dengan catatan pabrik juga membeli dari lapak dengan cash dan biasanya ini yang sering dilakukan, bahkan beberapa pabrik berani memberi DP, ini akan makin meringankan modal kita).
5. Fee/Margin
Berdasar bincang-bincang dengan beberapa pemilik lapak, rata-rata mereka memperoleh fee Rp. 10 – 15/kg singkong (kita asumsikan fee bersih yang diterima adalah Rp. 10/kg sedangkan yang Rp. 5 untuk biaya operasional : buruh angkut, satpam, operator timbangan dan mandor). Jangan dilihat fee-nya yang sedikit…!! Tapi factor kali-nya yang dahsyat 100 Ton = 100,000 kg, jadi 100,000X per hari..!!
Jadi total modal yang harus kita siapkan adalah :
Sewa Lahan dan Pengerasan : 12 juta
Jembatan Timbang dan Komputer : 90 juta
Modal Kerja : 80 juta
Total Modal : 182 juta
Hasil penjualan perhari adalah : 410 x 100,000 = 41 juta
Fee/Net Margin per hari adalah : 10 x 100,000 = 1 juta
Dengan asumsi setahun 200 hari kerja (bulan puasa dan idul fitri bisanya lapak sepi, jarang ada petani yang panen, hari-hari dengan kemarau panjang atau hujan lebat juga nggak bisa panen, susah nyabut kalau kemarau panjang, jalan ke ladang tidak bisa dilalui kalo musim hujan lebat) maka setahun fee yang kita dapatkan adalah Rp. 200 juta. Dengan investasi Rp. 90 + 12 juta = Rp 102 juta, maka pay back period nya hanyalah 6 bulan lebih sedikit…!!
Sebuah bisnis yang sangat menguntungkan..!! Anda mau mencoba………..??
No comments:
Post a Comment