Gajah adalah seekor binatang yang sangat kuat, mampu berjalan ribuan kilometer dan selalu bisa menemukan jalan pulang. Konon gajah merupakan binatang yang tak pernah lupa, semua yang dialami sepanjang hidupnya di memori dengan baik dalam otak nya.
Pernahkan Anda melihat seekor gajah sirkus ? tentu Anda bertanya tanya, kenapa gajah yang sangat perkasa se olah olah tidak bisa melepaskan diri dari rantai kecil yang membelenggu kaki nya. Padahal di alam liar, pohon besar pun bisa ia tumbangkan dengan tenaganya.
Beberapa riset menyebutkan bahwa gajah tidak pernah akan bisa memutuskan rantai kecil di kakinya karena kaki itu sudah terantai sejak ia kecil. Tentunya pada masa kecil gajah tersebut mencoba berkali kali untuk memutuskan rantai yang membelenggunya. Namun semakin keras dia mencoba, hanya rasa sakit yang didapatnya, rantai itu tetap tidak bisa terlepas karena tenaga nya masih kecil.
Semakin gajah itu besar, ia sudah tidak pernah mencoba lagi. Sudah ter patri dalam benaknya bahwa mencoba memutuskan rantai itu hanyalah perbuatan sia sia, sudah ratusan kali ia coba di masa kecilnya. Padahal dengan kekuatannya sekarang, ia dengan mudah bisa memutuskan rantai itu, seandainya ia berani mencoba.
Hal ini tidak hanya di alami oleh gajah, manusia pun mengalami hal serupa dalam perjalanan hidupnya.
Kondisi seperti ini pulalah yang sering kita sebut Mental Blocking, pengalaman masa kecil, kejadian traumatis ataupun keyakinan yang sedikit demi sedikit terpatri dalam benak kita, menghalangi kita untuk mencoba hal hal baru, melepaskan diri dari comfort zone kita.
Beberapa minggu lalu saya mengalaminya, sebuah contoh kecil yang biasa kita temukan dalam keseharian kita.
Saya dan dua orang temen sedang makan di sebuah rumah makan kecil. Seperti biasa, lalat bertebaran dimana mana, untuk mengusir lalat di nyalakan lah lilin. Kamipun makan dengan lahapnya karena memang sudah lapar.
Merokok adalah acara wajib sehabis makan, seorang temen saya mengeluarkan rokok nya dan mencari cari korek api di kantongnya. Ah lupa bawa !, katanya. Dengan sigap diapun memanggil pelayan rumah makan dan minta korek api. Padahal yang dibutuhkan dia bukanlah korek api, tetapi api untuk menyalakan rokok dan itu sudah tersedia di hadapannya dalam nyala lilin.
Kebiasan menyalakan rokok dengan korek api, membuat reaksi mental pertamanya adalah mencari korek api. Padalah korek api hanyalah tool/alat, substansi nya adalah api yang sudah tersedia dihadapannya.
Dalam manajemen perusahaan pun bisa kita temukan kondisi metal blocking yang menghinggapi kita, baik pada skala kecil, maupun besar. Salah satu contoh yang kami hadapi di Lampung adalah mengenai ketersediaan singkong.
Sudah menjadi pemahaman bersama bahwa walaupun singkong bisa dipanen sepanjang tahun, namun ada bulan bulan tertentu dimana ketersediaan singkong sedikit (april, mei, september dan oktober) dan ada bulan bulan dimana panen singkong melimpah (juni, juli, november, december, january, february). Dalam kondisi panen singkong sedikit (off season) kita selalu sudah pesimis dan membuat prediksi tidak bisa full mencapai target produksi, dengan alasan supply singkong sedikit dan susah di dapat.
Padahal kalau kita amati lebih jeli, kita akan mendapatkan fakta bahwa di masa off season pun 5 – 6 pabrik di sekitar kita dalam radius 60 KM semua masih bisa beroperasi dengan kapasitas 50 % - 60%, artinya apa ? ada cukup singkong untuk satu pabrik bisa ber operasi dengan full. Apabila kita mampu melepaskan diri dari mental blocking tersebut, otak kita otomatis akan selalu mencari jalan keluar dari kondisi ini.
Lantas bagaimana caranya ?
Dari peta demand and supply dari masing masing pabrik pabrik diatas, kami menyimpulkan bahwa permasalahan sebenarnya bukanlah sedikitnya supply singkong untuk satu pabrik, tetapi berkurangnya supply singkong secara keseluruhan sehingga harga singkong naik. Jadi permasalahannya ada di harga yang tinggi !
Sekarang kami mengubah statement berikut,
“Dimasa off season supply singkong berkurang sehingga pabrik kita tidak bisa ber operasi dengan full “
Menjadi statement,
“Dimasa off season supply singkong berkurang namun pabrik tetap bisa beroperasi dengan full asal kita bisa menghitung pada harga tertinggi berapa kita masih bisa membeli dan melakukan perencanaan dari awal mengidentifikasi agen agen dan petani petani mana yang panen pada sebulan kedepan”.
Terdengar lebih positif bukan ? Nah setelah melepaskan diri dari mental blocking tidak ada singkong, sekarang tinggal melakukan perhitungan harga dan identifikasi agen dan petaninya. Dengan statement positif diatas pekerjaan selanjutnya tentu akan lebih mudah dilakukan karena kita sudah optimis bahwa itu bisa dilakukan.
Tentunya itu bukan berarti serta merta mendapatkan singkong di pabrik, ini adalah sebuah proses berkelanjutan yang hasilnya kita evaluasi hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan dan tahun demi tahun. Kami yakin ini adalah sebuah proses pembelajaran.
CANEI : Continuous Action Never Ending Improvement istilahnya, orang Jepang menyebutnya Kaizen. Sesuai dengan huruf I terakhir dengan corporate value kita ( Improvement Through Continuous Learning ).
Bagaimana dengan Anda ? saya yakin, setiap orang, setiap unit dan department di perusahaan ini juga memiliki mental blocking masing masing, baik skala kecil maupun besar, yang membuat kita enggan bergeser dari comfort zone kita.
Mari kita coba identifikasi mental blocking pada diri kita masing masing, unit unit kita, department kita dan kita pecahkan bersama.
Saya yakin apabila ini Anda lakukan, Anda akan menjadi orang yang cepat sukses, unit Anda menjadi unit yang sukses, department anda menjadi department yang sukses dan perusahaan pun akan menjadi sebuah perusahaan yang makin sukses !
2 comments:
Tulisan yang bagus dan menginspirasi, memang benar kadang kadang mental block terjadi karena beliefs yang tersimpan di alam bawah sadar kita yang tanpa sadar menjadi alasan kita mengambil keputusan atau melakukan sesuatu
Memang mental blocking (yg negatif) sering menghambat diri kita meraih kesuksesan. Karena mental bocking yg kita miliki tsb membuat kita hanya focus pada permasalahan, cenderung menyalahkan keadaan/ faktor eksternal, bukan FOCUS PADA SOLUSI.Sementara orang yg sukses adalah orang yg focus pada solusi.
Post a Comment