Hanya sebulan yang lalu, sawit dan karet, masih menjadi primadona bagi petani petani Indonesia di Sumatera, Riau maupun Kalimantan. Namun itu semua hilang dalam sekejap.
Harga minyak dunia anjlok secara drastis dari $ 147 per barrel dan kini menyentuh $ 70 per barrel, kemudian juga diikuti kisruh sektor finansial Amerika dan dunia akibat subprime mortgage. Harga sawit dan karet pun runtuh terjun bebas ke titik terendahnya.
Sawit yang semula masih bisa dijual petani sampai dengan Rp. 2,000/kg kini harganya tinggal Rp. 450/kg, terpangkas lebih dari 75%. Karet juga idem tito, harga pada saat peak mencapai Rp. 12,000/kg kini hanya tinggal Rp. 5,000 - 6,000/kg.
Penurunan harga kedua komoditas unggulan petani Indonesia itu jauh melampaui penurunan harga minyak dunia, juga melampaui penurunan IHSG kita. Kenapa bisa terjadi seperti itu ? apakah itu cermin paling buruk rasa pesimisme pedagang akan suramnya industri hilir sawit dan karet ? atau ulah spekulan yang memanfaatkan momentum ini untuk mengeruk keuntungan sebesar besarnya ?
Bagi petani Sawit, Karet, Kakao dan komoditas lainnya, krisis sekarang jauh berbeda dari krisis 1998 lalu. Dulu saat Jakarta dan Jawa mengalami krisis karena dollar melambung tinggi, petani di luar jawa malah panen karena terkereknya harga komoditas ke level tertinggi. Rupiah yang sangat murah membuat harga komoditas Indonesia sangat murah bagi industri diluar. Permintaan komoditipun melambung. Dan segera saja Indonesia menjadi raja karet dan sawit, walau tentunya sebagian perkebunan itu dimiliki negeri tetangga...
Saat ini yang pertama terhantam krisis adalah Amerika dan diikuti negara negara maju di Eropa dan Asia. Walaupun dollar naik sedikit terhadap rupiah, namun permintaan komoditi turun jauh seiring suramnya prospek perekonomian negara negara pengimpor komoditi Indonesia tersebut. Belum lagi kelebihan penawaran yang terjadi karena investasi jor joran beberapa tahun lalu saat harga harga komoditi naik tinggi.
Ternyata tingginya harga komoditi beberapa tahun lalu bukanlah disebabkan oleh naiknya permintaan dunia yang tinggi, namun ulah spekulan yang menjadikan komoditi sebagai arena judi di bursa komoditi. Tidaklah heran kalau harga minyak bisa naik turun sangat tajam dan berimbas langsung ke harga sawit dan karet.
Kini semua sudah terjadi ! hendaknya kita bisa belajar lagi dari krisis sekarang. Kisah Nabi Yusuf sangatlah relevan bagi petani petani kita. Tujuh tahun masa masa keemasan sawit dan karet sudah berlalu, kini tinggal masa suramnya. Semoga tidak berkepanjangan tujuh tahun masa suram.
Bagi petani yang selalu belajar, tentu masa masa keemasan digunakan untuk menabung dan mengumpulkan modal, bukannya membeli motor, kulkas dan barang kemewahan lain yang tidak produktif....sekarang saatnya bertahan dengan simpanan itu.
Hendaknya pemerintah juga proaktif untuk merealisasikan industri industri hilir pengolah sawit dan karet, sehingga ekspor kita bukanlah komoditas yang fluktuatif dan bernilai tambah kecil. Namun sudah menjadi produk olahan yang memiliki nilai tambah tinggi...
Seorang senior saya mengatakan, kita ini sejak jaman dijajah Belanda sampai sekarang, hanyalah mengandalkan ekspor komoditas yang mudah. Hanya keduk dan keruk atau tanam dan petik......
Krisis ini hendaknya membuat pemerintah belajar untuk segera membangun industri hilir atas komoditas kita yang sudah merajai dunia....