Tuesday, January 10, 2012
Saat Darah Tumpah Dijalanan
Film ini berkisah tentang perampokan bank yang dirancang sedemikian sempurna, memanfaatkan sandera sebagai jalan keluar, sehingga para perampok bisa melenggang dari bank tanpa meninggalkan jejak sedikitpun. Tidak setetespun darah tertumpah...
Yang sangat menarik motif dibalik perampokan tersebut bukanlah ingin mengambil uang bank untuk memperkaya diri. Bahkan tidak sedolar pun uang bank yang hilang. Perampok hanya membuka safe deposit box nomor 392, mengambil beberapa butir permata dan meninggalkan sebuah cincin.
Rupanya cincin itu menuntun pada kisah tragis sejarah pendirian bank tersebut dan pemiliknya.
Cincin tersebut adalah milik istri bangsawan dan pengusaha kaya Yahudi berkebangsaan Perancis yang menjadi korban Hitler saat perang berkecamuk. Sedangkan pemilik bank ternyata teman dari pengusaha tersebut namun juga merupakan rekanan Hitler dalam menampung aset-aset haram hasil jarahan
Dengan aset-aset hasil rampasan perang tersebut, dia mendirikan bank dan hidup terhormat sebagai warga kelas atas Amerika sampai para perampok ideologis tersebut membuka kedoknya
Yang masih terus membekas di benak saya adalah salah satu dialog dalam film tersebut. Saat Jodie Foster yang disewa oleh pemilik bank untuk melobi Denzel Washington sebagai kepala detektif yang menangani kasus perampokan ini.
Jodie Foster mengutip ucapakan terkenal dari Baron Rothschild, Bankir legendaris Inggris abad 18, "Bila darah mulai tertumpah dijalanan, itulah saat membeli properti !".
Ucapan ini, walaupun bernada sangat kejam dan kurang berperikemanusiaan, merupakan nasehat investasi yang masih sangat relevan sampai saat ini, tiga abad sejak diucapkan oleh Baron Rothschild.
Di Indonesia, setidaknya dalam 15 tahun terakhir, kejadian ini benar-benar terjadi dan saya yakin banyak investor cerdas atau nekad yang memperoleh keuntungan dari situasi tersebut.
Pertama; saat terjadinya kerusuhan tahun 1998 di Jakarta yang diikuti krisis moneter yang cukup lama. Berapa banyak properti-properti di lokasi strategis, baik itu rumah, ruko, mall maupun perkantoran ditinggalkan pemiliknya ? yang kemudian dijual sebegitu murahnya oleh pemilik, bank penyedia kredit ataupun dilelang lewat BPPN.
Kalau saat itu anda sudah menjadi seorang investor properti, membeli dan menyediakan pendanaan untuk properti-properti tersebut tentu saat ini anda sudah menjadi raja properti karena harganya sudah naik berpuluh-puluh atau bahkan ratusan kali lipat.
Kedua; saat jajak pendapat di Timor-Timor dimenangkan kubu pro kemerdekaan yang kemudian diikuti kerusuhan yang cukup lama. Berapa banyak properti di lokasi-lokasi strategis yang ditinggalkan pemiliknya ? terlebih jika pemiliknya adalah pendukung kubu pro-integrasi atau warga Indonesia yang tinggal disana ?
Pasti semua dijual secepatnya, berapapun harganya asal laku. Apalagi saat itu belum tentu ada investor yang berpikiran untuk membeli. Banyak yang bahkan memiliki dengan menjarah. Saya jadi ingat seorang teman saya yang hampir gila karena meninggalkan aset-asetnya yang dikumpulkan dengan susah payah disana.
Tapi apakah saat itu ada investor nekad dan cerdas yang membeli dengan benar dan bermaksud juga menolong ? tentu ada !. Dan saat ini pasti investor tersebut sudah kaya-raya karena harga propertinya naik berlipat-lipat.
Kejadian ketiga; saat kerusuhan SARA melanda Kalimantan Tengah antara suku setempat dengan pendatang dari Madura. Ribuan korban jiwa melayang sia-sia. Jangankan memikirkan harta ataupun properti, menyelamatkan nyawa keluarga saja susah.
Namun lihatlah sekarang ! perdamaian sudah berjalan, roda perekonomian kembali pulih, pendatangpun sudah menempati wilayah-wilayah milik mereka dan harga properti di lokasi-lokasi strategis pasti sudah naik berpuluh-puluh kali lipat.
Maksud tulisan ini bukan saya menganjurkan kita untuk senang dengan penderitaan orang lain, apalagi ikut-ikutan menyulut kerusuhan. Namun sebagai perspektif dari kacamata seorang investor properti, mencermati naik turunnya pasar beserta faktor-faktor dominan yang mempengaruhinya
Juga membeli properti dengan harga murah saat orang lain tidak mau membeli dan pemilik benar-benar sangat membutuhkan merupakan tindakan yang juga bisa dikategorikan menolong orang dari kesulitan
Sejarah akan selalu berulang, kapan dan dimananya saja yang kadang berbeda. Tinggal kita pintar-pintar untuk mencermati pasar....kapan saat membeli, mengelola, menyewakan dan kapan saat menjual
Wednesday, January 04, 2012
Bijak Dalam Berinvestasi...
Sementara beberapa hari terakhir media-media bisnis seperti Bisnis Indonesia, Harian Kontan dan Investor Daily mengulas cukup dalam larangan BI bagi beberapa Bank Syariah untuk meneruskan bisnis gadai emas.
Sejak awal 2009 sampai dengan kwartal ketiga 2011 memang harga emas naik sangat tajam, kadang lebih dari 30% setahun. Sebuah kenaikan yang sangat signifikan untuk seorang investor, juga untuk para spekulan.
Namun sejak Oktober 2011, seiring mulai merebaknya krisis utang di negara-negara zona Eropa dan membaiknya indikator perekonomian Amerika, harga emas mengalami penurunan cukup tajam, dari US $1,800 an ke US $ 1,400 per troy once.
Investor global beralih sementara dari emas sebagai safe heaven kembali ke mata uang negeri Paman Sam. Banyak investor kecil di Indonesia yang belum sempat melepas protofolio emasnya kelimpungan.
Apalagi teman-teman yang memanfaatkan emas untuk investasi spekulatif dengan mekanisme gadai emas, baik di Bank Syariah maupun di Pegadaian, atau yang populer disebut 'Berkebun Emas', kerugian mereka bertambah besar karena harus menanggung biaya gadai yang sudah cukup besar plus penurunan harga emas.
Sementara modal utama mereka hanya sebesar 10-20% dari nilai emas yang digadaikan. Belum lagi apabila BI benar-benar melarang Bank Bank Syariah untuk meneruskan bisnis gadai emas ini. Investor bakal diwajibkan untuk menebus emas yang digadaikan setelah jatuh tempo.
Dengan harga tebus pada saat harga rendah, modal awal bakal tergerus, bahkan bisa negatif
Memang beberapa tahun terakhir ini, bisnis gadai emas sangat ramai di bank-bank syariah. Bahkan menurut laporan BI bisa menyumbang pendapatan 20-40% dari pendapatan bank tersebut.
Padahal menurut standar BI, bisnis ini akan normal bila hanya menyumbang 10% pendapatan, sisanya seperti nature bisnis perbankan seharusnya berasal dari penyaluran kredit atau transaction fee
Sejatinya tindakan investasi spekulatif "berkebun emas" ini mirip-mirip dengan margin trading di saham, investor cukup menyediakan uang sebesar margin tertentu dan sisanya dipinjami oleh broker. Tentu saja dengan dikenakan bunga dan saham sebagai jaminan.
Bila harga naik return investor dari modal awal bisa berlipat lipat, namun jika harga turun kerugian investor juga lebih besar, bahkan bisa kehilangan semua modal awalnya jika harga turun melebihi margin yang disetor.
Begitu juga buat investor properti yang terlalu banyak menggunakan pinjaman bank sebagai leverage. Ujung-ujungnya bila harga properti sedang turun, nilai equity kita di properti bisa tergerus atau bahkan minus, dalam kasus tertentu bank akan minta jaminan tambahan, atau melakukan penyitaan bila cicilan kita tidak lancar...
Saham dan Emas sangatlah likuid, kita bisa jual kapan saja kita mau dan biaya transaksi rendah. Properti tidaklah likuid, butuh waktu untuk menjual dan biaya transaksi cukup tinggi.
Namun properti menawarkan arus kas yang cukup bagus bila kita sewakan, sekitar 5% untuk rumah tinggal, 10-15% untuk apartemen dan bisa diatas itu utk properti komersial seperti ruko atau gudang.
Sementara saham dan emas hanya bisa berharap dari kenaikan harga atau Capital Gain karena arus kas dari deviden sangatlah rendah, emas, sepanjang yang saya tahu, bahkan tidak bisa memberikan arus kas sama sekali.
Kenaikan harga Saham dan Emas sangatlah dipengaruhi faktor eksternal yang tidak bisa kita manage sama sekali, itu mengikuti gejolak dan perkembangan ekonomi dunia. Sementara properti hampir sepenuhnya dibawah kontrol kita untuk dikelola seperti apa....
Jadi pilihan investasi apa yang cocok buat anda, cocok dengan 'risk profile' anda ? Semuanya punya kelebihan, semuanya punya resiko...
Mengutip ucapan Warren Buffet, " Resiko bukanlah pada aset tempat kita berinvestasi, tapi pada ketidaktahuan kita terhadap apa yang kita lakukan dalam berinvestasi "
Jadi belajarlah dan bijaklah dalam berinvestasi !
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!
Tuesday, November 22, 2011
52 Homes in 52 Weeks
Bahkan beberapa hot deal tahun-tahun sebelumnya juga kurang terurus mengakibatkan cash flow rada tersendat.
Hal ini terjadi karena saya mengubah fokus hidup, dari bisnis properti ke bisnis energy. Walaupun secara teori bisa menghasilkan sesuatu yang lebih besar dan massive namun pada prakteknya butuh pendalaman dan technical experience yang tidak mudah.
Alhamdulillah setahun pembelajaran sudah cukup utk memahami konteks besar sektor ini, cukup utk mengenal lebih dekat pemain-pemain kunci yg terlibat, tinggal mengasah jam terbang sambil terus belajar.
Tahun 2012 saya berniat mengubah fokus utama ke properti lagi, minimal dapat tiga target hot deal yang bisa menambah passive income utk tabungan masa depan.
Saya baca lagi referensi2 lama, terutama karya-karya Dolf De Roos (DDR), salah satu yg kembali menarik perhatian saya adalah buku berjudul ' 52 Home in 52 Weeks '.
Sebuah buku refleksi kegigihan seorang murid DDR yg bernama Gene Burns menjalani tantangan dari gurunya untuk melakukan action membeli 52 rumah dalam 52 hari.
Tantangan untuk membuktikan strategi real estate yg diajarkan DDR benar benar bisa dieksekusi, bukan hanya utk satu atau dua kali transaksi, tapi transaksi massive 52 rumah dlm 52 minggu, dlm berbagai situasi penjualan, berbagai latar belakang penjual dan berbagai daerah di Amerika dan Selandia Baru.
Tantangan ini juga sekaligus utk membuktikan determinasi dan kepiawaian Gene Burns menjalani walk the talk atas trainingnya.
Gene Burns, seorang mantan eksekutif media teknologi papan atas yg kehilangan pekerjaan saat Dot Com Crash di awal 2000 an, kembali menemukan passion hidup dan sekaligus tambang uangnya di real estate.
Anda ingin belajar, silakan baca bukunya dan pelajari strategi-strateginya
Friday, August 20, 2010
Type Studio - Kebagusan City



Minggu lalu baru saja saya menyelesaikan sebuah transaksi kecil, menambah portofolio porperty saya.
Sebuah unit apartemen type studio di Kebagusan City, di beli dengan leverage pinjaman Bank hampir full.
Sudah full furnished, siap huni dan menunggu untuk DISEWAKAN....
Lokasi di Kebagusan City, belakang perkantoran Arkadia Lenteng Agung, dan sangat dekat dengan beberapa Universitas seperti IISIP, Univ Pancasila, Univ Gunadarma dan UI.
Perkantoran di sepanjang TB Simatupang, Lebak Bulus dan Pondok Indah dapat dijangkau kurang dari 15 menit. Akses tol langsung ke arah Bintaro Serpong maupun ke Cawang, Bekasi dan Bogor.
Anda berminat untuk menyewa ? silakan kontak kami...
Tuesday, August 03, 2010
Cash on Cash Margin - Apartemen Crown Court Cikarang



Ini juga hasil praktek jurus jurus property ....
Sebuah apartemen mungil dua kamar, saat ini tersewa oleh expatriate Jepang yang memang banyak bekerja di kawasan industri Cikarang dan Jababeka....
Return on Assets 15% pertahun. Cash on Cash Margin 45% karena pembelian dibiayai melalui KPA serta saat dibeli sudah ada penyewa yang masih 10 bulan lagi....
Nothing Down - Cikarang House

Hasil belajar dari James Property Investor serta membaca, memahami, meresapi dan mempraktekan buku buku Dolf De Roos, Joe Hartanto, Cipto Junaedy dan Property Rich nya Donald Trump....
Rumah Kos 15 kamar, full AC, TV Kabel, Internet, Hot Water dan minibar dalam kamar... Alhamdulillah selalu penuh...
Dibeli dengan sedikit uang untuk biaya administrasi saja.....
Monday, September 28, 2009
Bumi Proto Indah Tahap 1
Wednesday, April 30, 2008
Oleh Oleh JPI Workshop
JPI workshop ini merupakan workshop yang ketiga kalinya diselenggarakan. Dihadiri oleh kurang lebih 30 orang dari berbagai daerah; Banjarmasin ( halo mas Rahmat, gimana angkutan batu baranya ?), Surabaya ( Pak Andi yang baru keluar opname ), Bandung dan daerah lainnya. Bahkan dari Singapura pun ada, hanya saja saya lupa namanya.
Pesertanya pun datang dari berbagai ragam profesi, mulai dokter, dokter gigi, pemilik toko garmen (Halo Bu Doris, gimana dagangannya ?), karyawan, pengangguran dan penjahit seperti saya juga tertarik ikutan workshop ini.
Mengikuti workshop ini, setidak tidaknya mengubah pandangan / mindset tradisional saya dalam membeli property, diantaranya :
1. Membeli property membutuhkan uang down payment yang cukup besar antara 20 – 30% dan kita harus menabung. Dan setiap tabungan kita mulai bertambah, harga property sudah naik melebihi pertumbuhan tabungan. Ternyata setelah mendengar teknik dan pengalaman pribadi yang diceritakan di workshop ini, hal itu tidak harus. Kita bisa beli property dengan modal minim, tanpa uang atau bahkan memperoleh cash back dari bank. Ilmu yang sangat menarik bukan ?
2. Membeli property tidak likuid, kenaikan harganya tidak bisa kita nikmati kecuali harus menjualnya yang kemungkinan memakan waktu lama. Ternyata hal ini bisa diatas dengan cara refinancing atau top up.
3. Hutang bank sebaiknya jangan terlalu panjang, hutang jangka pendek saja agar bunganya rendah. Ternyata hutang jangka pendek memang membuat bunga yang kita tanggung rendah namun memberatkan cicilan kita sehingga cash flow kita bisa berantakan. Hutang jangka panjang lebih disarankan karena cicilan yang ringan bisa kita cover dengan pendapatan sewa property yang kita beli, syukur syukur masih ada surplus.
4. Membeli property ribet, melibatkan notaries, appraisal dan bank. Ya, memang ribet karena kita belum tahu caranya. Padahal asal tahu caranya semua itu bisa dilakukan dengan mudah, semakin banyak kita berpengalaman membeli property, bisa bisa kita malah kecanduan nikmatnya beli property..he..he.
Sekian saja sharing saya, semoga bermanfaat.
Berikut foto foto hasil workshop kemarin :
Pak James yang sosoknya tinggi besar, hitam pula. Terlihat menyolok di tengah tengah siswa nya.
Tiga jagoan neon berpose di depan hotel yang sedang ditaksir untuk dibeli. "Bangunannya masih cukup bagus, letaknya strategis pula. Sayang harganya cuman Rp. 50 miliar, terlalu kecil untuk kita. Kita mencari deal property senilai minimal Rp. 500 miliar". Begitu kata salah satu jagoan neon dengan penuh percaya diri.