Showing posts with label agro. Show all posts
Showing posts with label agro. Show all posts

Wednesday, January 11, 2012

Demand Side Management...

Baru-baru ini salah seorang Menteri melontarkan gagasan yang cukup brilian, walaupun banyak juga yang menentang, agar rakyat Indonesia mengurangi konsumsi nasi, sehingga kita tiap tahun tidak dipusingkan tercapai tidaknya swasembada beras dan berapa defisit yang harus diimpor.

Dialah Gita Wiryawan, Kepala BKPM yang juga merangkap Menteri Perdagangan. Seorang Menteri yang masih muda, santun, ganteng, kaya, penuh terobosan dan terlihat cerdas !

He.he.he sorry Pak Menteri kalau saya bilang terlihat cerdas, bukan berarti saya mengatakan tidak cerdas beneran, track record Bapak di dunia korporasi sudah membuktikan itu dan sayapun sudah membuktikan dari beberapa kali percakapan dengan Bapak....

Pasca lengsernya Pak Harto, hampir setiap tahun Indonesia selalu mengimpor beras, entah dari vietnam, thailand atau malah India. Padahal tradisi bertani kita tidaklah kalah oleh mereka. Ini tentu menjadi hal yang sangat ironis mengingat kita juga merupakan salah satu produsen beras terbesar dunia

Hitung punya hitung, ternyata masyarakat kita juga merupakan konsumen beras paling tinggi di dunia. Data yang disodorkan; rata-rata orang Indonesia makan nasi 120 - 140 kg pertahun per orang, bandingkan dengan vietnam, malaysia atau thailand yang konsumsi rata-ratanya di level 60 – 70 kg pertahun per orang.

Padahal dari berbagai suku yang ada di Indonesia tidak semuanya makan nasi sebagai makanan utama mereka. Rakyat Papua lebih suka makan sagu, begitu juga ambon dan lainnya. Namun kampanye jaman orba bahwa kalau belum makan nasi dianggap belum sejahtera rupanya sangatlah berhasil sehingga semua orang menjadikan nasi sebagai makanan pokoknya.

Saya setuju peningkatan produksi beras sangatlah penting. Tapi sampai seberapa jauh hal ini bisa dilaksanakan ? mengingat luasan sawah semakin sempit dan tentunya kita tidak ingin menebangi hutan untuk dijadikan sawah

Ide mengelola kebutuhan beras dari sisi demand sangatlah menarik, juga bisa dilakukan mengingat sangat tingginya konsumsi nasi perkapita. Kalau saja setiap orang Indonesia mengurangi konsumsi beras 40 kg pertahun, maka akan ada penghematan sebesar 40 kg x 250 juta = 10 juta ton per tahun

Sementara kita mengimpor beras setiap tahun sekitar 2 – 5 juta ton. Dengan penghematan 10 juta ton pertahun  kita langsung menjadi negara surplus beras yang bisa kita ekspor. Mengganti 40 kg beras bisa kita lakukan dengan diversifikasi pangan; ubi, singkong, sagu, buah buahan dan susu yang lebih sehat

Selama ini kita selalu fokus pada sisi penyediaan atau supply, namun tidak pernah secara serius dan arif mengelola sisi konsumsi atau demand sehingga yang terjadi seperti 'rat race'...produksi bertambah namun konsumsi bertambah lebih cepat lagi.

Ini tidak hanya terjadi pada beras, pada BBM dan listrik juga begitu. Setiap tahun pemerintah dipusingkan subsidi BBM dan Listrik yang selalu bengkak, lebih besar dari yang dianggarkan APBN.

Tahun lalu saja subsidi BBM jebol melebihi angka Rp. 160 triliun dan subsidi Listrik diatas Rp. 50 triliun.

Sementara produksi minyak kita selalu dibawah target, tiga tahun terakhir produksi minyak kita tidak pernah mencapai 1 juta barrel per day tapi konsumsi BBM selalu naik. Hal ini terjadi karena penurunan produksi sumur-sumur tua dan lambatnya penemuan sumur baru karena investasi yang sedikit. Dan toh pada akhirnya minyak akan habis juga...

Tidak pernah ada kebijakan yang serius di implementasikan untuk membenahi sisi konsumsi. Apakah konsumsi BBM dan listrik sebanyak itu untuk kegiatan produktif ? memberi nilai tambah pada perekonomian ? atau hanyalah pemborosan dijalanan ?

Sudah bisa ditebak, jawabannya sebagian besar adalah pemborosan. Lihat saja kemacetan yang terjadi setiap hari di kota-kota besar di Indonesia. Paling parah di jakarta dan Bandung...setiap orang memakai mobil, satu keluarga bisa pakai tiga mobil pada saat bersamaan, isinya cuman sendirian atau dengan sopir..alangkah borosnya negara ini...

Kenapa Pemerintah tidak secara serius mengaturnya ? hanya kebijakan three in one saja apakah cukup ? kampanya penggunaan angkutan umum tanpa dibarengi pembenahan sektor transportasi publik hanyalah omong kosong belaka...

Sudah saatnya, dipaksa kalau perlu, disediakan transportasi publik massal yang memadai. Busway walaupun masih banyak masalah tapi sudah lumayan, kereta mesti dibenahi, monorail bagaimana kelanjutannya ?

Saya yakin, masyarakat kita pasti bisa dan mau mengikuti anjuran penggunaan transportasi publik jika disediakan secara memadai

Begitu juga pemakaian listrik. Budayakan pemakaian seperlunya saja. Matikan lampu bila siang hari, termasuk lampu-lampur penerangan di tempat umum. Masih banyak daerah-daerah diluar Jawa yang belum terlistriki dengan baik

Jadi ide pembenahan sisi permintaan dari Gita Wiryawan patut diapresiasi, tidak hanya sektor perberasan, tapi juga sektor energi.

Sunday, February 15, 2009

Sorini Agro Asia Corporation: A Leading Global Player from East Java


Minggu, 15 Februari 2009 04:42 WIB


By Hermawan Kartajaya & Taufik

POSISI sebagai negara dengan jumlah penduduk keempat terbesar di dunia dan didukung dengan kekayaan alam melimpah sering kali membuat banyak perusahaan Indonesia terlupa untuk menggarap pasar internasional. Apalagi berpikir menjadi pemain yang diperhitungkan di pasar global.


Tapi tidak berarti Indonesia tidak punya yang bisa disebut -- meminjam salah satu judul film terkenal Tom Cruise -- A Few Leading Global Player.

Tidak mudah untuk menjadi anggota klub elit tersebut. Karena bukan hanya harus mampu menciptakan keunikan produk tapi juga mampu menjaga standar kualitas tinggi dalam jangka waktu lama seperti yang dituntut perusahaan-perusahaan global. Dan hal tersebut terakhir biasanya sudah membuat takut kebanyakan perusahaan Indonesia.

Soegiarto Adikoesoemo, pendiri Aneka Kimia Raya (AKR), termasuk salah satu yang tidak takut, bukan hanya untuk memenuhi standar kualitas perusahaan global tapi juga untuk bersaing dengan pemain global di bidang bisnis yang digelutinya.


Awalnya, Soegiarto adalah importir produk sorbitol dari Roquette, perusahaan nomor satu di dunia untuk produk ini, untuk Unilever. Tapi setelah memahami lebih jauh tentang bisnis sorbitol, terutama melimpahnya bahan bakunya, singkong dan tapioka, di Indonesia, di tahun 1983 Soegiarto mendirikan Sorini Asia Agro Corporporindo (SOBI), perusahaan pembuat sorbitol di Pasuruan Jawa Timur.

Dari awal berdirinya, SOBI bukan hanya sekedar mengandalkan keunikan singkong dan tapioka yang ada di Indonesia, tapi juga berdasarkan pengalaman sebagai importir untuk Unilever. Dimana, jika produsen mampu menjaga standar kualitas tinggi dalam jangka waktu lama, perusahaan global akan menempel terus sebagai pelanggan.


Setahun setelah pabriknya resmi beroperasi di tahun 1987, SOBI sudah masuk ke pasar Jepang, salah satu pasar yang sekalipun bersedia membayar tinggi juga punya tuntutan standar kualitas tinggi.

Kesuksesan yang diraih di pasar Jepang membuat jalan SOBI masuk ke perusahaan global lain lebih mudah. Boleh dibilang di sektor business to business yaitu perusahaan yang memasok bahan baku untuk perusahaan lain, kemampuan masuk ke pasar dengan tuntutan standar kualitas tinggi menjadi alat efektif pemasaran. Istilah gampangnya, it speaks for itself!


Pelan tapi pasti, daftar perusahaan global yang menjadi pelanggannya terus bertambah. Dan perusahaan global yang menjadi pelanggannya adalah perusahaan-perusahaan yang masuk dalam FORTUNE most admired global companies seperti antara lain Unilever, P&G, Colgate Palmolive, BASF, Nestle, Glaxo Smith Kline dan Abbott.

Sorbitol buatan SOBI merupakan bahan baku untuk produk farmasi, pasta gigi, makanan minuman dan kosmetik. Sebelumnya, Roquette mendominasi pasokan ke perusahaan-perusahaan global tersebut di atas. Dan kini Roquette mesti bersaing dengan SOBI yang merupakan pemain nomer dua di pasar global untuk sorbitol.

Di tahun 1992, tampuk kepemimpinan AKR dan SOBI diserahkan Soegiarto kepada anaknya, Haryanto Adikoesoemo. Di tangan Haryanto, yang tahun 2008 terpilih sebagai Entrepreneur of the Year versi Ernst & Young, SOBI semakin kukuh menjadi pemain global, dan produknya telah masuk ke 70 negara.


Source :

Friday, October 17, 2008

Petani Sawit dan Karet, Nasibmu Kini !

Hanya sebulan yang lalu, sawit dan karet, masih menjadi primadona bagi petani petani Indonesia di Sumatera, Riau maupun Kalimantan. Namun itu semua hilang dalam sekejap.

Harga minyak dunia anjlok secara drastis dari $ 147 per barrel dan kini menyentuh $ 70 per barrel, kemudian juga diikuti kisruh sektor finansial Amerika dan dunia akibat subprime mortgage. Harga sawit dan karet pun runtuh terjun bebas ke titik terendahnya.

Sawit yang semula masih bisa dijual petani sampai dengan Rp. 2,000/kg kini harganya tinggal Rp. 450/kg, terpangkas lebih dari 75%. Karet juga idem tito, harga pada saat peak mencapai Rp. 12,000/kg kini hanya tinggal Rp. 5,000 - 6,000/kg.

Penurunan harga kedua komoditas unggulan petani Indonesia itu jauh melampaui penurunan harga minyak dunia, juga melampaui penurunan IHSG kita. Kenapa bisa terjadi seperti itu ? apakah itu cermin paling buruk rasa pesimisme pedagang akan suramnya industri hilir sawit dan karet ? atau ulah spekulan yang memanfaatkan momentum ini untuk mengeruk keuntungan sebesar besarnya ?

Bagi petani Sawit, Karet, Kakao dan komoditas lainnya, krisis sekarang jauh berbeda dari krisis 1998 lalu. Dulu saat Jakarta dan Jawa mengalami krisis karena dollar melambung tinggi, petani di luar jawa malah panen karena terkereknya harga komoditas ke level tertinggi. Rupiah yang sangat murah membuat harga komoditas Indonesia sangat murah bagi industri diluar. Permintaan komoditipun melambung. Dan segera saja Indonesia menjadi raja karet dan sawit, walau tentunya sebagian perkebunan itu dimiliki negeri tetangga...

Saat ini yang pertama terhantam krisis adalah Amerika dan diikuti negara negara maju di Eropa dan Asia. Walaupun dollar naik sedikit terhadap rupiah, namun permintaan komoditi turun jauh seiring suramnya prospek perekonomian negara negara pengimpor komoditi Indonesia tersebut. Belum lagi kelebihan penawaran yang terjadi karena investasi jor joran beberapa tahun lalu saat harga harga komoditi naik tinggi.

Ternyata tingginya harga komoditi beberapa tahun lalu bukanlah disebabkan oleh naiknya permintaan dunia yang tinggi, namun ulah spekulan yang menjadikan komoditi sebagai arena judi di bursa komoditi. Tidaklah heran kalau harga minyak bisa naik turun sangat tajam dan berimbas langsung ke harga sawit dan karet.

Kini semua sudah terjadi ! hendaknya kita bisa belajar lagi dari krisis sekarang. Kisah Nabi Yusuf sangatlah relevan bagi petani petani kita. Tujuh tahun masa masa keemasan sawit dan karet sudah berlalu, kini tinggal masa suramnya. Semoga tidak berkepanjangan tujuh tahun masa suram.

Bagi petani yang selalu belajar, tentu masa masa keemasan digunakan untuk menabung dan mengumpulkan modal, bukannya membeli motor, kulkas dan barang kemewahan lain yang tidak produktif....sekarang saatnya bertahan dengan simpanan itu.

Hendaknya pemerintah juga proaktif untuk merealisasikan industri industri hilir pengolah sawit dan karet, sehingga ekspor kita bukanlah komoditas yang fluktuatif dan bernilai tambah kecil. Namun sudah menjadi produk olahan yang memiliki nilai tambah tinggi...

Seorang senior saya mengatakan, kita ini sejak jaman dijajah Belanda sampai sekarang, hanyalah mengandalkan ekspor komoditas yang mudah. Hanya keduk dan keruk atau tanam dan petik......

Krisis ini hendaknya membuat pemerintah belajar untuk segera membangun industri hilir atas komoditas kita yang sudah merajai dunia....

Tuesday, August 26, 2008

Jumadi, Kisah Sukses Seorang Petani


Sebuah artikel yang sangat menarik dari Kompas, 25 Agustus 2008


Jumadi, Petani yang pandai memanfaatkan celah

Oleh HERMAS E PRABOWO

Petani tidak selalu berkonotasi dengan kemiskinan. Petani ”boleh” dan bisa kaya. Syaratnya, mau bekerja keras, pandai memanfaatkan setiap peluang usaha, dan berani berspekulasi. Spekulasi dalam usaha tani bukan berarti tanpa perhitungan, tetapi justru dengan perhitungan yang matang.

Sukses menjadi petani karena jeli memanfaatkan peluang usaha telah dibuktikan oleh Jumadi, pria berusia 40 tahun, warga Desa Margosari, Kecamatan Metrokibang, Kabupaten Lampung Timur.

Jumadi mengawali usaha taninya dengan lahan 0,75 hektar pada 1991. Dalam waktu kurang dari 17 tahun, ayah satu anak ini telah memiliki 28,5 hektar lahan kering yang tersebar di dua kabupaten, Lampung Timur dan Lampung Selatan.

Menghitung penghasilannya, dengan luas lahan pertanian 28,5 hektar, pendapatan Jumadi tentulah tidak kecil. Apalagi di tengah meroketnya harga jagung yang merupakan komoditas andalan Jumadi belakangan ini.

Ini belum termasuk pendapatan yang diperolehnya dari kontrak kerja sebagai ”buruh”—begitu dia menyebut dirinya—di Perkebunan Nusantara di daerahnya. Untuk pembersihan lahan perkebunan (land clearing) saja, sekarang ini kontrak kerjanya meliputi areal seluas sekitar 130 hektar.

Pendapatan Jumadi semakin besar bila dihitung dari penghasilan usaha jasa penyewaan enam traktor besar, satu truk, dan hasil dua hektar tanaman sawit miliknya di Pekanbaru.

Bukan hanya uang yang didapat Jumadi dari hasil kerja kerasnya. Di lingkungannya, dia telah tampil menjadi sosok ”panutan” para petani dalam urusan mengadopsi teknologi pertanian. Berbagai uji coba penanaman benih jagung varietas baru, pola pertanaman, pemupukan, hingga proses pascapanen kerap dilakukan di lahan Jumadi.

”Saya tidak alergi dengan teknologi pertanian baru. Setiap kali ada benih varietas baru, saya rela mengorbankan dua hektar untuk lahan uji coba. Kalau hasilnya bagus, semua lahan saya pertaruhkan,” katanya.

Tanam cabai
Keberhasilan Jumadi meniti ”karier” sebagai petani tentu tidak semudah kita membalikkan telapak tangan. Melalui fase berkali-kali ”jatuh-bangun”, Jumadi baru bisa mengenyam hasil kerja kerasnya selama ini. Kesulitan yang dihadapi Jumadi sebenarnya khas kesulitan nyaris setiap petani kecil. Misalnya, dia sulit mengakses permodalan, gagal panen, tanamannya terserang hama, dan jatuhnya harga komoditas pertanian di pasar.

Pernah suatu ketika Jumadi ditolak bank saat berniat meminjam dana Rp 500.000 untuk modal penanaman. Terpaksa dia meminjam uang yang sangat dibutuhkannya itu kepada seorang lintah darat dengan bunga 10 persen per bulan.

Juga pernah berhektar-hektar tanaman jagung di arealnya terserang ulat penggerek batang dan tongkol. Akibatnya, Jumadi hanya mendapat hasil sekitar 20 persen. Pernah pula ketika panen bagus, tetapi pada waktu bersamaan harga komoditas pertanian mendadak ”jatuh”. Tidak ada pilihan bagi Jumadi, selain harus menerima kerugian. Namun, dengan berjalannya waktu, semua rintangan itu mampu dilalui Jumadi dengan kepercayaan diri dan sikap tidak mudah patah arang.

Jumadi bercerita, awal dia menekuni usaha tani pada 1991, hanya dengan modal tanah garapan milik orangtua seluas sekitar 0,75 hektar. Ketika itu dia sempat merasa mendapat jatah lahan garapan terlalu sempit. Anak pertama dari delapan bersaudara ini lalu memutuskan menanam cabai. Alasannya sederhana, karena tanaman cabai bisa mendatangkan untung berlipat ganda.

”Menjadi petani cabai itu kalau lagi bagus nyugihi (membuat petani kaya). Tetapi kalau apes mudhani (menelanjangi alias mendadak miskin). Karena modal bertani cabai itu per hektar bisa mencapai sekitar Rp 25 juta,” kata Jumadi mengenang.

Oleh karena tak mau merugi pada awal menggeluti usaha tani, Jumadi serius mempelajari teknik budidaya cabai, sekaligus menghitung waktu penanaman yang tepat. Ini penting agar saat panen harga cabainya tak jatuh. Ketekunan Jumadi membuahkan hasil. Produktivitas cabai yang dia tanam tinggi. Harga pasar cabai Rp 2.800 per kilogram, harga yang fantastis kala itu.
Berkat keberhasilan panen cabainya, dalam tempo dua tahun Jumadi mampu membeli lahan kering baru 1,5 hektar. Akumulasi tanah yang baru dia beli dan tanah garapan orangtua membuat penghasilannya berlipat.

Komoditas yang dia tanam pun semakin bervariasi, tak hanya cabai, tetapi juga semangka dan jagung. Pikirnya, semakin variatif jenis tanaman makin baik karena risiko bangkrut makin kecil.
Meskipun pertambahan luas lahan Jumadi cukup cepat dibandingkan petani lain di daerahnya, dia belum puas. Jumadi lalu menyewa lahan, sekaligus membeli lahan kalau ada yang menjual.


Hitung-hitungan Jumadi kala itu menunjukkan, dengan tanah sewa sekalipun, usaha pertanian cabai masih menguntungkan. Meningkatnya luas areal tanam membuat penghasilannya bertambah. Dalam waktu lima tahun, lahan kering milik Jumadi sudah mencapai 10 hektar.

Tahun 1998 dia melihat peluang usaha transportasi komoditas pertanian, dari tempat produksi ke pusat pasar, bisa menguntungkan. Jumadi pun membeli satu truk. Dua tahun kemudian dia menambah armada angkutan menjadi tiga unit. Jumadi juga melirik usaha penyewaan traktor. Selain untuk mengolah lahan sendiri, pendapatan dari penyewaan traktor juga bisa Rp 100.000 per hari.

Terbukti menguntungkan, jumlah traktor dia tambah. Pada 2003 Jumadi memiliki empat traktor, yang dia beli seharga sekitar Rp 200 juta per unit dalam kondisi bekas pakai.

Berdinding papan
Tahun 2003, meski telah memiliki lebih dari 15 hektar lahan kering, tiga truk, dan empat traktor, Jumadi belum tergiur membangun rumah besar. Rumahnya sempit dan berdinding papan. ”Prinsip saya, rumah bisa dibangun kapan saja, tetapi tidak setiap hari orang mau menjual lahan pertanian,” katanya.

Maka, walaupun dia mempunyai tiga truk, enam traktor, dua mobil Kijang, dan tujuh sepeda motor—sebagai alat transportasi ke kebun bagi para pekerja—Jumadi tak segan menjual barang untuk membeli tanah bila ada orang yang menjual. Tiap tahun setidaknya dia membeli 1-2 hektar lahan. Bahkan, pada 2006 dia membeli enam hektar lahan.

Seiring dengan pertambahan lahan, penghasilan Jumadi pun meningkat. Keuntungan dari usaha bertani jagung makin berlipat, apalagi sejak 2006 harga jagung naik sampai 300 persen. Hal yang menyenangkannya, usaha yang dilakukan itu juga mendatangkan berkah bagi para tetangga. Setidaknya, setiap musim tanam dan panen tiba puluhan orang bisa mendapat penghasilan dari bekerja di lahan Jumadi

source :

Wednesday, August 06, 2008

Karet Rakyat dan Bendera Partai


Bulan Juli lalu merupakan bulan yang sangat sibuk buat saya dan merupakan rekor tersendiri dalam sejarah perjalanan dinas sepanjang karir saya. Bagi Anda yang ber profesi sebagai sales mungkin ini merupakan hal biasa. Tapi bagi saya ini tetep merupakan sebuah rekor.

Dalam setengah bulan Juli lalu saya memecahkan rekor mengunjungi enam propinsi untuk lima perjalanan dinas dan satu perjalanan wisata keluarga.

Perjalanan dimulai dari Bali tanggal 10 – 12 July. Perjalanan ke Bali juga merupakan kunjungan pertama saya ke Bali dan menginap. Walaupun sudah sering ke transit atau one day visit, belum pernah sekalipun saya ke menginap dan menghabiskan beberapa hari di Bali.

Bermalam dan kemudian breakfast di Nusa Dua. Lunch di seminyak sambil melihat lihat turis lalu lalang naik sepeda motor dan dinner yang sangat indah di pantai Jimbaran dengan menu udang galah bakar, ikan bakar dan cumi bakar yang sangat nikmat. Apalagi sambil menikmati suara deburan ombak dan angin pantai yang sejuk. Sambil hati selalu berdo’a semoga tidak ada bom meledak seperti kejadian beberapa tahun berselang.....

Minggu ketiga July saya kembali mengunjungi Lampung menengok petani petani singkong binaan di sana. Seperti biasa masalah klasik selalu mengemuka; pupuk langka, infrastruktur jelek kalau hujan dan makin mahalnya tenaga buruh. Namun kali ini ada masalah lain yang lebih gawat; yaitu makin seringnya terjadi pencurian singkong. Hal ini terjadi seiring naiknya harga singkong sehingga makin ekonomis untuk di curi.....

Hal lain yang membuat saya sedikit gundah adalah harga singkong tetap tinggi walaupun harga tepung sudah turun. Fenomena apa ini ? biasanya harga singkong adalah derivatif harga tepung. Kalau tepung naik, maka singkong naik. Begitu juga kalo harga tepung turun, harga singkong mengikutinya. Apa ini terkait konversi singkong dari food ke fuel ? padahal belum ada pabrik bio fuel di Lampung yang sudah beroperasi komersil....... rumors effect kah.............? jadi kayak harga saham saja !

Weekend Minggu ketiga saya sempatkan bersama keluarga mengunjungi dan bermalam di Taman Safari Indonesia. Masih tetap dingin seperti dulu kalau malam. Namun kalau saya perhatikan koleksi harimau dan singanya jauh berkurang dibanding beberapa tahun lalu. ........

Minggu keempat saya mengunjungi dua propinsi di Kalimantan. Mendarat di Palangkaraya, Kalimantan Tengah dan lewat jalan darat kurang lebih lima jam menuju Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Ini juga perjalanan darat pertama saya di Kalimantan. Biasanya saya hanya mengunjungi satu lokasi dan kembali ke Jakarta.

Berbicara Kalimantan tentu tidak bisa lepas dari Sawit dan Batu Bara. Semua investor lokal dan asing sejak lima tahun lalu menyerbu Kalimantan mencari lahan lahan baru untuk sawit.

Seiring kenaikan harga batu bara, tambang tambang tradisional yang dulu kurang ekonomis pun kini moncer diburu investor asing ber modal cekak. Terutama investor China dan Korea....di beberapa hotel tempat saya menginap, hampir selalu saya temui orang China atau Korea terlibat pembicaraan serius dengan broker broker lokal, menggelar peta peta ijin lokasi atau ijin tambang.....denyut ekonomi berdetak kencang disini......

Lima hari di Kalimantan dan menginap di empat hotel yang berbeda, perjalanan darat yang melelahkan karena jeleknya infrastruktur serta kemacetan di areal areal pertambangan karena truk truk batu bara memang membuat badan capek...saya terserang flu dua hari terakhir di sana...

Minggu terakhir Juli saya masih menyempatkan diri mengunjungi Jambi, sebuah propinsi di pulau Sumatera yang Wagub nya sedang bermasalah kesambet kasus dana BLBI.....di daerah ini karet dan sawit tetap merajai sebagai komoditas utama......

Dari semua perjalanan itu..ada dua hal utama yang sangat menarik yang saya amati.

Pertama adalah maraknya perkebunan karet rakyat dimana mana...kalimantan tengah, kalimantan selatan, lampung dan jambi. Mereka membuka lahan lahan tidur eks HPH, menanam karet skala kecil 5 – 100 Ha....bahkan sampai ke desa desa terpencil di pedalaman Kalimantan tengah pun ada...... 5 – 10 tahun lagi, pasti booming karet di Indonesia dan mengalahkan Thailand sebagai produsen karet nomor satu dunia.

Tidaklah heran kalau Goldman Sach memprediksi Indonesia akan menjadi salah satu kekuatan utama ekonomi dunia tahun 2025 dengan dua produk unggulan karet dan sawit.

Hal kedua adalah maraknya bendera partai partai, bahkan sampai ke pelosok pelosok desa terpencil. Baik partai lama maupun partai baru sama sama agresif mulai berkampanye. Menyebar bendera dan papan papan iklan sampai pelosok desa. Poster poster Wiranto dengan Hanura nya berkibar dimana mana... Memang untuk ukuran partai baru Hanura lah yang paling banyak bendera dan poster nya..... Maklum saja modalnya memang kuat, entah darimana uangnya....

Ya, saya sangat bersykur dengan dua hal ini....artinya imbas ekonomi kenaikan harga komoditi sudah sampai pelosok pelosok desa, walaupun mungkin dananya berasal dari investor kota, minimal ekonomi pedesaan mulai menggeliat.

Yang kedua; demokrasi sebagai berkah reformasi sepuluh tahun lalu juga sudah merambah pelosok desa...walaupun baru sebatas jargon dan poster....ini juga patut di syukuri....

Sebagai sebuah bangsa yang besar, tentu tidak semudah membalik telapak tangan membudayakan demokrasi di Indonesia.......masih dibutuhkan kerja keras membangun peradaban.........

Salam sukses !

Monday, July 14, 2008

Singkong Celebrity


Yang saya maksud dengan Singkong Celebrity tentu saja bukan tanaman singkong yang pandai bermain sinetron, juga bukan singkong yang biasa di konsumsi oleh para celebrity. Apa ada ya selebriti kita yang masih doyan makan singkong ?

Saya menyebutnya singkong selebriti karena singkong jenis ini sangat sering diliput oleh media. Baik itu media umum maupun media agro semacam Trubus dan lainnya. Kenapa media mau meliput singkong ? Karena hasilnya memang menakjubkan ! Satu hektar bisa menghasilkan 80 – 100 Ton singkong segar.

Jenis jenis singkong yang termasuk selebriti ini yang sudah saya sering dengar dan kenal adalah Singkong Sambung / Mukibat ( Bawah Kasesart atas Karet ) dan Darul Hidayah. Konon kedua jenis singkong ini mampu menghasilkan 100 Ton/Ha, bahkan ada yang lebih. Satu batang pohonnya yang super bisa keluar 20 – 30 kg. Sungguh luar biasa !

Efek dari pemberitaan ini bener bener seperti selebriti. Singkong ini jadi dikenal di hampir semua lapisan masyarakat yang mengikuti perkembangan agro. Apalagi sejak rame rame isu konversi energi ke bio fuel. Semua orang jadi fasih berbicara mengenai singkong, jarak pagar, sawit dan lainnya....!

Nah, informasi ini sedikit banyak menjadi problem buat saya. Karena bila bertemu dengan Pemda, Investor ataupun Bank. Mereka selalu menanyakan kenapa asumsi produksi singkong yang dipatok hanya 25 Ton/Ha. Padahal sudah banyak yang bisa membudidayakan singkong dengan hasil 100 Ton/Ha.

Bukankah dengan hasil 100 Ton/Ha produktifitas jadi naik ? petani lebih diuntungkan, lahan bisa dihemat dan supply singkong untuk pabrik jadi lebih banyak. Semua pertanyaan tersebut memang benar. Dan hasil 100 Ton/Ha pun juga sudah bisa tercapai.

Namun yang menjadi soal adalah, pada skala luasan berapa singkong selebriti tersebut di budidaya kan ? Kalau masih dalam skala 100 Ha an masih memungkinkan intensif kontrol, pemupukan dan penyiangan yang bagus. Namun bila di budidaya kan dalam skala sangat luas diatas 1,000 Ha mungkin hasil 100 Ton/Ha bakal turun sangat jauh..

Apalagi kalo plasma dengan petani. Sangat susah memastikan mereka mengikuti segala arahan mengenai penanaman, pemupukan, penyiangan dan jadwal panen. Sementara biaya yang dikeluarkan untuk penanaman singkong jenis ini bisa dua kali lipat atau lebih dari singkong jenis lain karena bibit yang masih terbatas dan mahal, serta konsumsi pupuk yang lebih banyak.

Sepanjang yang saya tahu, singkong jenis selebriti ini belum berhasil di budidaya kan dalam skala luas. Salah satu perusahaan yang pernah membudidayakan singkong jenis ini di Lampung memberi hasil kurang memuaskan. Sementara ongkos produksi yang sudah keluar cukup banyak.

Semoga segera ada yang bisa membudidayakan skala luas dan hasilnya bisa kita nikmati dan pelajari bersama..!

Welcome Singkong Celebrity !

Tuesday, June 17, 2008

AUT Singkong Naik


Akhir minggu lalu kembali saya mengunjungi Lampung untuk melihat perkembangan petani binaan kami.

Beberapa petani binaan kembali mulai melakukan panen atas singkong yang ditanam setahun lalu. Hasil ber variasi sangat tergantung dari kesuburan tanah, jenis bibit yang ditanam, pemupukan dan ketelatenan pemeliharaan masing masing petani.


Namun rata rata petani menghasilkan 20 – 25 Ton/Hektar.

Ada petani binaan yang ternyata bisa menghasilkan 30 Ton/Hektar untuk singkong jenis Kassesart dengan starch content diangka 25% atau lebih.

Seiring kenaikan harga singkong yang sempat menyentuh angka Rp. 650/kg, penghasilan petani petani kami juga mengalami kenaikan signifikan. Walaupun sedikit tergerus oleh naiknya harga harga kebutuhan pokok.

Untuk memulai penanaman kembali, kamipun menghitung kembali biaya penanaman singkong sampai penanganan pasca panen yang biasa kami sebut dengan istilah AUT (Analisa Usaha Tani).

Ternyata AUT penanaman tahun 2008 ini jauh meningkat dibanding AUT tahun lalu. Semua komponen pupuk mengalami kenaikan, ongkos buruh naik apalagi ongkos sewa traktor yang langsung dipengaruhi oleh kenaikan harga solar.

Sewa Lahan Rp. 1,000,000
Pembajakan Rp. 1,050,000
Pupuk Organik Rp. 750,000
Pupuk Kimia Rp. 1,275,000
Herbisida Rp. 700,000
Tenaga Kerja Rp. 750,000

Total Biaya Modal Rp. 5,525,000

Terjadi kenaikan 40 – 60% dari AUT tahun 2007 lalu yang berkisar antara Rp. 3,750,000 – Rp. 4,000,000/ Ha. AUT diatas belum memasukan faktor biaya tenaga kerja cabut saat panen dan ongkos transport ke pabrik.

Disamping adanya kenaikan AUT yang sangat signifikan, petani juga mengalami kendala hilangnya pupuk dipasaran. Terutama pupuk bersubsidi Urea dan SP36.

Kami sangat berharap pemerintah, dinas pertanian dan dinas perdagangan terkait untuk segera membenahi sistem distribusi pupuk ber subsidi sehingga sampai ke petani yang tepat.


Jangan sampai kenaikan harga komoditi yang menaikan pendapatan petani ini, habis tergerus kenaikan biaya produksi dan hilangnya pupuk di pasaran.

Monday, June 02, 2008

Harga Singkong Naik


Kamis sampai sabtu kemarin saya kembali mengunjungi Lampung dan bertemu dengan beberapa petani binaan. Seperti biasa kamipun ngobrol santai ngalor ngidul membicarakan semua hal, termasuk naiknya bahan bakar dan semua bahan pokok.

Beberapa keluh kesah ringan yang mereka ungkapkan adalah naiknya harga pupuk dan kesulitan mencarinya. Pupuk Urea subsidi yang pada masa tanam tahun lalu harga masih Rp 1,200/kg sekarang sudah naik menjadi Rp. 1,400 terjadi kenaikan sebesar 16.7% dan barangnya sungguh susah dicari, entah pada ngumpet kemana.

SP36 juga idem tito masa tanam lalu masih dikisaran Rp. 2,100/kg sekarang naik dikisaran Rp. 2,400. KCl mengalami kenaikan paling tinggi dari semua jenis pupuk yang digunakan. Masa tanam tahun 2007 harganya masih Rp. 3,600/kg sekarang menjadi Rp. 9,000/kg, naik drastis sebesar 150%.

Disamping kebutuhan pupuk, semua komponen produksi yang terkait dengan biaya tenaga kerja juga rata rata mengalami kenaikan sebesar 20%. Ongkos tanam yang semula masih Rp. 120,000/Ha sudah naik menjadi Rp. 150,000. Begitu juga ongkos pemupukan. Ongkos panen dari Rp. 25/kg sudah menjadi Rp. 30 – 40/kg. Apalagi kalo bersamaan dengan panen padi dan jagung, ongkos bakal naik lagi.

Namun saya tidak melihat ada kekhawatiran berlebihan ataupun keluh kesah yang mematahkan semangat mereka. Bahkan beberapa diantara mereka masih sempat tersenyum riang setelah menerima pembayaran singkong yang mereka panen.

Maklum saja karena harga singkong juga mengalami kenaikan sangat tinggi. Saat penanaman tahun lalu kita melakukan analisa usaha tani dengan target produksi 25 Ton/Ha maka BEP akan tercapai pada harga singkong Rp. 250/kg. Nah harga sekarang, saat panen, sudah mencapai Rp. 650/kg. Terjadi kenaikan 160% dari angka BEP.

Apabila target produksi tercapai, keuntungan bertanam singkong adalah 160% dari modal awal. Sebuah angka yang membuat petani singkong masih bisa tersenyum riang menghadapi tahun ajaran baru.

Harga singkong setinggi ini juga merupakan rekor tertinggi harga singkong di Lampung.

Anda tertarik ? Mari bertanam singkong ramai ramai.

Monday, May 05, 2008

Inilah Petani & Agen Singkong Beromset Miliaran Itu



Beberapa waktu yang lalu saya pernah menulis tentang petani dan agen singkong ber omzet miliaran sebulan.

Banyak respon yang masuk ke mailbox saya, seolah olah tidak percaya apakah mungkin seorang petani dan agen singkong bisa beromzet miliaran. Ada pula yang penasaran dan ingin berkenalan dengan beliau.

Nah, sekarang saya menjawab rasa penasaran Anda ! 13 – 14 February lalu perusahaan kami mengikuti sebuah pameran yang diselenggarakan oleh AEI (Asosiasi Emiten Indonesia), asosiasi perusahaan perusahaan yang sudah go public, saat itu kami menampilkan produk produk kami dan bahan dasar produk yang berasal dari singkong.

Di acara itu pula kami memperkenalkan salah satu petani binaan kami, yaitu Bapak Nyoman Same. Beliau adalah petani yang pernah saya ceritakan dalam artikel saya terdahulu.

Berikut foto beliau, Anda ingin berkenalan..? silakan datang ke Lampung






Sisi paling kanan dengan kaos merah bergaris garis adalah Bapak Nyoman Same, salah satu petani binaan kami. Antusias sekali menjelaskan bagaimana menanam singkong ke Bapak bapak dan ibu didepannya.

Disebelahnya adalah Pak Har, salah satu keluarga orang terkaya di Indonesia yang masuk daftar 150 terkaya Indonesia versi majalah Globe terbitan Agustus 2007.

Disebelahnya lagi adalah mantan dosen saya Ibu Sri Mulyani Indrawati. Lima belas tahun lalu saya diajar beliau. Masih fresh baru pulang dari Amerika setelah menyelesaikan gelar Doktor nya. Saat mengajar kami beliau dalam kondisi mengandung tujuh bulanan. Saya masih ingat bagaimana kadang beliau berjalan tertatih tatih karena kandungan sudah membesar namun semangat mengajarnya sungguh dahsyat.

Disebelahnya lagi adalah Ketua Asosiasi Emiten Indonesia Bapak Ir. Erlangga Hartarto, MBA. Gimana kabarnya Pak ? sudah setahun lebih saya tidak lagi ikutan rapat rutin tiga bulanan dengan Bapak. Saya selalu menyimak pisau analisa & pertanyaan pertanyaan yang Bapak ajukan untuk kemajuan kami.

Disebelahnya lagi Bapak Budiono, sebentar lagi mungkin menjadi mantan Menko Perekonomian dan pindah status menjadi Gubernur BI. Selamat Pak, semoga amanah besar ini bisa Bapak tunaikan dengan sukses

Disebelahnya lagi Bapak Sani Sutanto, salah GM di perusahaan kami

Yang paling kiri adalah Bapak Supriyanto, salah satu manajer di perusahaan kami.

Didepan adalah produk produk yang bisa kita temui sehari hari dan semuanya menggunakan campuran bahan olahan singkong

Tanggal dalam foto tersebut salah, seharusnya 13 February 2008, karena belum di set ulang jadi 01/01/2005.

Anda mau belajar menanam singkong ? belajarlah pada ahlinya, Bapak Nyoman Same ini, tapi anda harus meluangkan kesabaran ekstra berbicara dengan seorang petani.

Semoga bermanfaat

Wednesday, April 16, 2008

Mempertemukan Dua Raja

Senin, 7 April 2008, saya kedatangan seorang tamu yang sangat hebat. Beliau adalah Mathias Abo, seorang raja dan pemimpin dari enam kelompok suku di Sun Down City, sebuah propinsi di Negara tetangga kita, Papua Nugini.

Beliau berkunjung ke Indonesia dan kemudian ke Lampung menemui saya untuk sebuah urusan yang sangat mulia. Belajar bagaimana agro industri dikembangkan di Indonesia, khususnya di Lampung dan bagaimana caranya memberi inspirasi kepada warganya untuk bisa mengembangkan perkebunan mereka.

Papua Nugini is a big country, six times Java, one and a half times Papua. But we only have small development, many parts of our country is jungle. Not much create value for our people. If we can learn something about agro industry here, it will be very useful for my people.

Begitu katanya penuh semangat dengan bahasa inggris yang cukup fasih. Mendengar tujuan tersebut, saya tergugah dan ikut bersemangat. Segala sesuatu yang sifatnya memberi nilai tambah selalu membuat saya bersemangat. Karena hal inilah peradaban modern di topang.

Saya ajak beliau keliling Lampung, saya perlihatkan ratusan hektar hamparan tanaman singkong, padi dan jagung di sepanjang jalan yang kami lewati.

Sambil saya terangkan bagaimana cara bertanam singkong, pupuk apa saja yang diperlukan, berapa hasilnya per hektar dan bagaimana cara panennya. Saya perlihatkan pula beberapa industri tepung tapioca dan calon pabrik bio fuel yang sedang dibangun.

Infrastructure in Indonesia is very good, many development everywhere, the road is wide and almost no traffic jam here. Begitu pujinya

Coba kalo Sandiaga Uno mendengar hal ini, bisa pingsan sambil tertawa dia (Sandiaga Uno adalah orang yang vocal menyoroti buruknya infrastruktur di Indonesia dan efeknya terhadap lambatnya pertumbuhan ekonomi dan investasi. Saya salah satu pengagum dan pembaca setia kolomnya di majalah Globe)

Sengaja memang, beliau hanya saya bawa melewati jalan lintas timur Lampung ke Palembang yang memang luas, lengang, bagus dan pemandangan di kiri kananya adalah hamparan ratusan hektar singkong, padi dan jagung. Beberapa pabrik besar bisa kita temui disepanjang jalan ini.

Daripada saya ajak ke pedalaman, ke desa desa terpencil dimana petani kecil bertanam singkong, bisa bisa bukan pelajaran yang beliau dapatkan, malah ngedumel karena jalanan rusak, truk terperosok dimana mana dan portal portal warga menarik iuran.

Setelah puas berkeliling keliling, tiba tiba saya teringat salah satu guru saya dibidang agro industri, yaitu Bapak Fauzi Toha. Beliau adalah orang nomor satu di Sugar Group, sebuah perkebunan tebu dengan luas lahan 100,000 Ha, tiga pabrik gula di dalamnya, satu pabrik bio fuel dan menghidupi ratusan ribu karyawan, kontraktor dan keluarganya. Pantas lah kalau beliau juga disebut seorang Raja. Raja Perkebunan Tebu & Gula.

Sayapun ber inisiatif mempertemukan kedua Raja ini, Alhamdulillah Bapak Fauzi ada dan bersedia menerima kami.

Kamipun belajar banyak dari beliau; bagaimana membuka lahan untuk perkebunan tebu, bagaimana mengelola puluhan ribu hektar tebu, mengelola karyawan, membuat pabrik gula, membuat pabrik bio ethanol, bagaimana kondisi pasar gula Indonesia dan International, bagaimana prospek pasar bio fuel dunia.

Mr. Mathias Abo juga bercerita tentang Papua Nugini, sebuah negeri yang kaya raya dengan hutan hutan yang masih perawan dan tanah luas hampir hampir tak terbatas. Apapun yang bisa kita temukan di Papua, bisa kita temukan di Papua Nugini; bijih besi, tembaga, emas, minyak, gas dan konon uranium pun ada.

Sungguh beruntung saya bisa mendengar banyak hal dari beliau. Terimakasih Pak Fauzi Toha atas pencerahannya. Semoga amal baik ini dibalas Allah dengan setimpal. Kami do’a kan semoga Bapak & Keluarga selalu dalam kesehatan dan limpahan rahmat.

Dalam perjalanan pulang pikiran liar saya selalu menggelora, sinergi, sinergi, sinergi, nilai tambah, nilai tambah, nilai tambah…..

Coba kita bayangkan kalau kedua raja ini bersinergi ? nilai tambah dahsyat seperti apa yang bisa tercipta.

Malamnya saya susah tidur, otak belakang saya mencerna, menyerap, meresapi dan menyimpannya.

Dalam mimpi saya melihat hamparan perkebunan tebu yang sangat luas, perkebunan singkong yang sangat permai, titik titik petani dari Indonesia sedang mengajarkan cara bertani kepada saudara saudaranya di Papua, beberapa pabrik bio fuel yang asap nya pun ramah lingkungan, di Papua Nugini, Negeri Sang Raja.

Saya melihatnya nun jauh dari ketinggian, dalam perjalanan pulang ke Jakarta, dalam jet pribadi saya.

Oh, Alangkah nikmatnya.

Thursday, April 10, 2008

Welcome to the Success League

dari kiri ke kanan : saya, mas andree, pak gunawan, mayor budi

Nama Gunawan tentu sangat familiar buat Anda. Ada ratusan bahkan ribuan nama Gunawan di Indonesia. Guru SMA sayapun bernama Gunawan, beliau mengajar PMP, pelajaran yang membosankan buat saya, sambil kadang terkantuk-kantuk. Temen-temen kami suka memplesetkan namanya menjadi Gundul Tapi Menawan, padahal rambutnya tidak gundul sama sekali.

Pak Gunawan yang ingin saya ceritakan disini tentu bukan gunawan kebanyakan yang biasa Anda temui dimana-mana, tapi seorang pengusaha yang hebat..! pemilik group besar dan salah satu konglomerat negeri ini. Majalah Globe volume 1 number 7 – Agustus 2007 menobatkan beliau sebagai orang terkaya Indonesia urutan ke 34 dengan estimasi kekayaan sebesar $ 295,000,000, atau kalau kita rupiahkan dengan kurs Rp. 9,200/ USD kekayaan beliau mencapai Rp. 2,724,000,000,000 ( DUA KOMA TUJUH TRILIUN )…..sebuah angka yang sangat dahsyat..! Ya, beliau adalah Gunawan Jusuf pemilik Makindo Group & Sugar Group, umurnya pun masih muda, 53 tahun.

Awal tahun lalu, saya berkesempatan bertemu dengan beliau, berkenalan, berjabat tangan dan berfoto bersama. Tidaklah masalah apabila kemudian beliau lupa dengan saya, yang terpenting saya pernah berkenalan dan berjabat tangan dengan orang yang sangat sukses…….sebagai calon orang sukses, saya tentu harus banyak-banyak dan sering bertemu dengan orang sukses yang lain, mengagumi mereka, menyerap spirit kesuksesan dan siapa tahu diajari caranya mengumpulkan kekayaan sebanyak itu……wuih bisa kaya raya saya…..

Seperti juga kata Jim Rohn ( ini gurunya Anthony Robbins lo..! )

“Anda adalah rata-rata dari lima orang yang paling sering bergaul denganmu”

Nah kalau saya sering-sering bergaul, bertemu, belajar, berguru, menyerap spirit dan berbagi energi positif dengan orang-orang sekaliber Pak Gunawan, tentu hukum diatas juga berlaku buat saya.............. hi..hi..hi merinding saya kalo bisa sekaya itu.

Mike Murdock, penulis buku The Leadership Secrets of Jesus, menganjurkan “ Bayarlah berapapun untuk tetap berada dekat dengan orang-orang luar biasa “.

Saya juga jadi teringat ucapan Mr. Ding Salvado, CEO Lamoiyan – sebuah perusahaan consumer goods yang sangat sukses di Philipina, saat diundang dalam konferensi Management Growth perusahaan kami.

Dia berucap “ Saya sangat senang hadir disini dan merasa terhormat menjadi pembicara acara ini, apalagi hadir di depan Pak Gik & Pak Har. Seandainya saya tahu akan bertemu, berjabat tangan dengan beliau berdua, tidak dibayarpun dan bayar tiket sendiri, saya masih bersedia terbang dari Philipina untuk acara ini”.

Sungguh sebuah ucapan hebat dari orang yang sukses, ya, tentu saja, karena Bos sayapun orang yang sukses dan masuk daftar urut nomor 88 orang terkaya di Indonesia versi majalah Globe.

Padahal bertemu Pak Gunawan saya tidak membayar sepeserpun, malah dapat makan siang gratis, enak pula, sungguh sangat beruntung saya hari itu. Terimakasih buat temen-temen protokol istana atas undangannya…!

Disamping bertemu Pak Gunawan saya juga bertemu, berjabat tangan (sayang tidak sempat foto bersama) dengan orang yang lebih sukses dari Pak Gunawan……..!! Lho…? Memang ada orang yang lebih sukses lagi…? Ya, tentu ada, walaupun takarannya bukan pada jumlah uang yang dimiliki. Beliau adalah Pak Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Republik Indonesia..! Presiden sebuah negeri yang sangat indah dengan kekayaan alam yang berlimpah, penduduk yang ramah dan hebat-hebat……..saya yakin kita segera bangkit bila selalu berbagi energi positif dengan penuh syukur dan ikhlas…!

Peristiwa luar biasa diatas terjadi saat kunjungan SBY ke Sugar Group - Lampung, sebuah perkebunan tebu dengan luas 100,000 Ha dan tiga pabrik gula di dalamnya, dalam rangka peresmian produksi Bio Fuel dari tetes tebu…..ya sebuah usaha mulia untuk mengurangi ketergantungan kita dari minyak bumi yang harga nya naik terus kayak roller coaster.

Kalau Anda belum bisa membayangkan seberapa luas sih 100,000 Ha itu….? saya kasih sedikit gambaran, perkebunan lebar-nya 20 KM dan panjangnya 150 KM, kalau berkendara dengan mobil, 3 hari penuh pun belum tentu bisa menjelajahi semua area tebu-nya……keindahan kebun seluas itu baru terasa bila dinikmati melalui helikopter…!!

Oh, sungguh indah negeri ini…….! Selamat Datang di Liga Orang-Orang Sukses..!

Thursday, April 03, 2008

Lapak..........!!



Kalau mendengar kata lapak, saya yakin yang terbayang dibenak anda adalah kumpulan pedagang yang menggelar dagangannya di pinggir jalan, trotoar atau bahkan di halaman masjid kalau hari Jum’at. Di Jakarta anda bisa temui di hampir setiap jalan besar dimana orang ramai lalu-lalang distu, dari Tanah Abang, Bendungan Hilir, Jatinegara, Pasarminggu sampai jalan raya Bogor pun ada. Disamping memberi rejeki pada ribuan pedagang, juga turut menyumbang kesemrawutan dan kemacetan Jakarta.

Bahkan membuka lapak juga dijadikan salah satu indicator uji nyali temen-temen TDA dalam berdagang…!

Namun yang saya bicarakan disini bukanlah lapak diatas, tapi lapak singkong..!! ya, kembali ke singkong karena memang temen-temen bisnis yang saya kenal dan akrabi di Lampung ini adalah petani, pedagang dan agen singkong…!!

Lapak singkong merupakan tempat agen menerima singkong dari petani atau agen lain yang lebih kecil. Singkong dikirim dari ladang memakai truk, colt atau bahkan gerobak sapi ke lapak, ditimbang dengan jembatan timbang dan di bongkar, petani terima pembayaran cash setelah dipotong utang kalau ada. Karena singkong segar hanya tahan 4 – 5 hari sebelum membusuk, maka agen biasanya hanya menimbun singkong selama 1 – 2 hari untuk kemudian diangkut kembali pakai truk dan dikirim ke pabrik-pabrik tepung disekitar lapak atau pabrik tertentu yang sudah kontrak dengan lapak tersebut.

Lapak merupakan salah satu mata rantai penting dalam proses distribusi singkong dari petani ke pabrikan. Satu lapak besar bisa menampung 200 – 500 Ton singkong per hari, lapak menengah bisa 25 – 100 Ton per hari, sedang lapak kecil biasanya tidak menggunakan jembatan timbang, tapi timbangan kodok atau timbangan tongkat (apa ya istilahnya…?) yang hanya menerima singkong dalam gerobak atau karung.

Di Lampung jumlah lapak besar dan kecil bisa mencapai ratusan. Bedasarkan pengamatan saya, lapak bisa tetap exist dalam mata rantai distribusi singkong bila memiliki karakteristik sebagai berikut;

1. Jaraknya dekat dengan sentra tanaman singkong sementara disekitar lokasi tersebut tidak ada pabrik.

2. Infrastruktur jalan disekitar sentra tanaman singkong tidak memadai sehingga petani mengangkut hasil panen dengan mobil-mobil kecil atau sapi yang tidak ekonomis apabila dikirim ke pabrik

3. Pemilik lapak sudah lama menjalin hubungan atau kemitraan dengan petani setempat baik dengan memberi pinjaman pupuk atau biaya hidup bila suatu saat diperlukan

4. Agen pemilik lapak menjalin kontrak volume dengan pabrik sehingga bisa menjamin pembelian singkong dari petani setiap hari

5. Timbangan akurat dan tidak ada kecurangan yang merugikan petani

6. Mempunyai cash flow yang baik sehingga bisa membayar singkong petani dengan cash


Analisa Usaha Lapak Singkong

Salah satu indikator paling penting dari sukses membuka lapak adalah lokasi, seperti juga investasi property; lokasi, lokasi dan lokasi…!! Lokasi yang tepat menurut saya adalah bila bisa berada ditengah-tengah antara sentra tanaman singkong dan pabrik, biasanya lapak menerima singkong dari radius 0 – 50 KM dari tanaman disekitar lokasi dan mengirim ke pabrik sampai sejauh 80 KM dari lapak.

Nah, bagaimana kita berhitung untung rugi membuka sebuah lapak, ilustrasi berikut akan coba saya tuliskan sebagai referensi membuka lapak dengan kapasitas 100 Ton/hari :

1. Lokasi
Kita butuh lahan seluas kira-kira ¼ Ha atau 2,500 M2 di tempat yang strategis. Untuk membeli cukup mahal maka kita sewa saja selama 5 tahun Rp. 10 juta ( Rp. 2 juta/tahun). Kita tambahkan Rp. 2 juta lagi untuk pengerasan tanah.

2. Jembatan Timbang & Komputer
Untuk menimbang truk dan mobil pengangkut singkong kita butuh jembatan timbang otomatis yang terhubung ke computer. Jembatan Timbang beserta instalasi-nya bisa kita dapatkan dengan harga Rp. 80 juta, sedangkan computer + software-nya kita anggarkan Rp. 10 juta.

3. Kantor
Kita buat kantor sederhana untuk operator timbang dengan anggaran Rp. 10 juta.

4. Modal Kerja
Untuk membeli singkong 100 Ton/hari dengan rata-rata harga Rp. 400/kg kita butuh modal kerja Rp. 40 juta…….agar cash flow tidak kembang kempis, kita mesti anggarkan perputaran modal kerja 2 hari, maka modal yang dibutuhkan adalah Rp. 80 juta (dengan catatan pabrik juga membeli dari lapak dengan cash dan biasanya ini yang sering dilakukan, bahkan beberapa pabrik berani memberi DP, ini akan makin meringankan modal kita).

5. Fee/Margin
Berdasar bincang-bincang dengan beberapa pemilik lapak, rata-rata mereka memperoleh fee Rp. 10 – 15/kg singkong (kita asumsikan fee bersih yang diterima adalah Rp. 10/kg sedangkan yang Rp. 5 untuk biaya operasional : buruh angkut, satpam, operator timbangan dan mandor). Jangan dilihat fee-nya yang sedikit…!! Tapi factor kali-nya yang dahsyat 100 Ton = 100,000 kg, jadi 100,000X per hari..!!

Jadi total modal yang harus kita siapkan adalah :

Sewa Lahan dan Pengerasan : 12 juta
Jembatan Timbang dan Komputer : 90 juta
Modal Kerja : 80 juta
Total Modal : 182 juta

Hasil penjualan perhari adalah : 410 x 100,000 = 41 juta
Fee/Net Margin per hari adalah : 10 x 100,000 = 1 juta

Dengan asumsi setahun 200 hari kerja (bulan puasa dan idul fitri bisanya lapak sepi, jarang ada petani yang panen, hari-hari dengan kemarau panjang atau hujan lebat juga nggak bisa panen, susah nyabut kalau kemarau panjang, jalan ke ladang tidak bisa dilalui kalo musim hujan lebat) maka setahun fee yang kita dapatkan adalah Rp. 200 juta. Dengan investasi Rp. 90 + 12 juta = Rp 102 juta, maka pay back period nya hanyalah 6 bulan lebih sedikit…!!

Sebuah bisnis yang sangat menguntungkan..!! Anda mau mencoba………..??

Wednesday, April 02, 2008

Pak Anton Sering-Sering Ke Lampung

Sepanjang tahun 2007 yang lalu, saya amati sekurang-kurangnya 5 – 6 kali, Menteri Pertanian kita, Bapak Anton Apriyantono berkunjung ke Lampung, sebuah propinsi dengan hasil bumi yang berlimpah dan cukup dekat dengan Jakarta sebagai pusat segala konsumsi.

Pertama yang saya ingat persis adalah akhir February 2007 saat beliau menyertai kunjungan Presiden RI ke Sugar Group untuk meninjau dan meresmikan proyek ethanol berbahan tetes tebu. Sugar Group adalah perkebunan kebu terbesar di wilayah Lampung, dan juga di Indonesia dengan lebih dari 70,000 Ha lahan perkebunan tebu. Wilayahnya melintasi dua kabupaten di Lampung, yaitu; Lampung Tengah dan Tulang Bawang. Group ini juga merupakan produsen gula terbesar di Indonesia, dengan tiga pabrik-nya di pusat area perkebunan. Kalau anda doyan yang manis-manis, pasti gula produksi perusahaan ini dengan gampang anda temui di supermarket di seluruh wilayah Indonesia. Herannya..? dengan perkebunan yang begitu luas dan pabrik-pabrik gula yang bertebaran di seluruh pelosok Indonesia…negara kita ini masih tetap jadi pengimpor gula setiap tahunnya…? Solusi-nya kira kira apa ya Pak Anton agar ketergantungan kita terhadap impor gula bisa diatasi……..?

Kunjungan kedua adalah saat sosialisasi benih padi unggulan dan panen padi bersama oleh PT SAS, sebuah sayap agroindustri milik Artha Graha Group. Benih padi ini masih diimpor oleh PT SAS dari China dan di klaim mampu memberikan hasil produksi yang lebih baik, tahan hama dan waktu panen yang lebih cepat sehingga bisa menaikkan produktivitas pertanian kita dan meningkatkan pendapatan petani. Pertanyaannya, kenapa benih padi saja kita masih impor ? bukankah sejak nenek moyang kita hampir semua penduduk Indonesia makan nasi…? Gimana peran peneliti-peneliti pertanian kita dari Universitas, Dept. Pertanian & Lainya dalam riset benih padi unggulan….? Apa mereka semua sudah alih profesi……..? Tapi saya positif thinking sajalah…masih lebih baik impor benih padi daripada impor beras…ya, karena sekali lagi, Negara kita juga sudah hampir sepuluh tahun jadi pengimpor beras…..! begitu impor beras dilakukan, harga beras langsung jatuh…petani kita pada rugi semua..!! siapa yang untung..? tentu pedagang dan rantai birokrasi yang menggerogoti setiap lini proses impor beras. Dari mulai lampu hijau dari parlemen, proses tender di Bulog, makelar-makelar dengan trader luar negeri, proses shipping dan bongkar di pelabuhan, sampai distribusi ke level paling bawah, konsumen langsung seperti saya ini.

Tidak heran kalau proses impor beras ini selalu jadi lahan rebutan, sudah banyak pejabat Bulog yang ditahan gara-gara proses ini, masih hangat kan nasib hampir semua Kepala Bulog kita………? Padahal dulu kita selalu swasembada beras…! Ayo Pak Anton, saya semangati agar kita bisa surplus beras lagi, kita perbaiki infrastruktur irigasi di desa-desa, kembalikan lahan-lahan pertanian yang berubah fungsi, perbaiki distribusi pupuk dan tangkap semua tikus-tikus yang terlibat didalamnya….menjadi seorang pemimpin, baik saja tidak cukup, tapi juga harus berani…!!

Kunjungan ketiga dan seterusnya saya tidak ingat persis, hanya baca di koran-koran daerah. Salah satunya adalah saat festival hari pangan sedunia yang kebetulan di selenggarakan oleh Provinsi Lampung.

Sangat lah penting seorang pejabat sering-sering turun ke bawah..untuk melihat langsung apa yang terjadi di lapangan, juga penting menyusun action plan untuk mengatasi masalah tersebut setelah kunjungan, namun yang lebih penting lagi adalah eksekusi dan monitoring atas semua rencana tersebut. Saat ini harga komoditi pertanian lagi tinggi-tingginya dan trend akan terus membaik. Pak Anton ..! kita tunggu gebrakannya..! tahun depan sudah pemilu lagi……….jangan sampai bapak dikenang sebagai menteri yang biasa-biasa saja…. Saya yakin Bapak bisa…….!!

Tuesday, April 01, 2008

ICMI dan Singkong..!!






Anda tentu bertanya-tanya mengenai judul diatas..?? apa hubungannya antara ICMI dan singkong..? yang satu adalah kumpulan cendekiawan yang hebat-hebat dan biasanya tempatnya adalah di atas awan, sedang satu-nya lagi adalah makanan orang miskin bila harga beras sudah mahal…! Singkong dijadikan gaplek, tiwul atau cukup di goreng dan direbus saja…. Nah lantas hubungannya ada dimana……??

Tentu saya tidak sedang bercerita tentang para pengurus ICMI yang sedang makan singkong rame-rame, di samping tidak lucu, juga belum tentu pengurus-pengurus ICMI tersebut doyan makan singkong….! Wah jadi bertele-tele nih..!! baiklah saya mulai saja tentang cerita kepedulian ICMI terhadap nasib singkong, tentu-nya yang mereka perdulikan adalah orang-nya, yaitu para petani singkong yang jumlah-nya ratusan ribu di Indonesia dan paling banyak mungkin terkonsentrasi di Lampung.

Sebenarnya kejadiannnya sudah agak lama, namun saya baru punya waktu untuk menuliskannya diblog saya sekarang, yah better late than never….lah!!

Pada tanggal 15 Agustus 2007 pabrik kami kedatangan rombongan tamu sangat istimewa yaitu pengurus ICMI pusat yang dipimpin oleh Ketua Presidium ICMI, ibu Dr. Marwah Daud, didampingi oleh pengurus ICMI wilayah Lampung, didampingi lagi pengurus ICMI cabang Lampung Timur, didampingi lagi pejabat-pejabat Dinas terkait di Lampung Timur…biasalah khas Indonesia, kalau ada pejabat pusat datang, entah itu dari pemerintahan, partai atau organisasi social pasti pendampingnya banyak…….lebih seringnya pendamping yang lebih sibuk dari yang punya hajat…he..he..sindrom ‘orang pusat’ masih berurat-berakar dalam budaya kita.

Yang ingin kami jelaskan disini adalah kenapa singkong menarik pengurus ICMI datang ke pabrik kami..? bukankan singkong adalah barang sangat biasa yang bisa kita temui disekitar rumah dan hanya berfungsi untuk mengganjal perut yang gak mampu beli beras..? apa ada manfaat singkong lainnya yang belum tergali…….? Nah di kesempatan itu kami menjelaskan manfaat singkong yang bisa diolah menjadi bermacam-macam produk turunan yang sangat bermanfaat bagi keseharian kita, bahkan suka tidak suka, disadari ataupun tidak, kita setiap hari selalu ber interaksi dengan zat-zat atau produk-produk yang mengandung turunan singkong. Beberapa produk pabrik kami yang merupakan olahan dari saripati singkong adalah :

Sorbitol
Apakah anda pernah mendengar kata sorbitol…….? Kalau belum coba amati kemasan pasta gigi anda, cari kata ini di dalam ingredient-nya….hampir semua pasta gigi mengandung sorbitol sebagai salah satu bahan pembuatnya. Dalam pasta gigi sorbitol berfungsi menjaga kelembaban, kekenyalan dan media bagi zat-zat lainnya. Coba anda juga amati cairan penyegar mulut anda…banyak produk cairan penyegar mulut menggunakan sorbitol sebagai salah satu bahan aktif, karena disamping rasanya yang menyegarkan sorbitol cair juga sangat baik untuk mencegah tumbuhnya plag gigi. Sorbitol juga banyak dipakai sebagai pemanis dalam permen, syrup dan lainnya karena walaupun manis kada gulanya termasuk rendah sehingga cocok untuk penderita diabetes atau menghindari kegemukan. Secara kimia, rangkaian sorbitol adalah C6 H14 O6.

Maltodextrin
Maltodextrin adalah salah satu produk turunan dari tepung singkong yang berfungsi untuk juga sebagai bahan untuk zat-zat lain dalam sebuah produk. Produk ini banyak ditemui dalam susu bayi, ice cream, bumbu penyedap dan campuran untuk bermacam-macam produk roti.

Disamping sorbitol dan maltodextrin, tepung singkong juga digunakan sebagai bahan dasar untuk produk turunan lain seperti; Dextrose Monohydrate, Maltitol dan Glucose Syrup. Juga tanpa diolah, tepung sigkong banyak dimanfaatkan untuk industri kertas sebagai pemutih dan pengisi serat-serat kertas sehingga kertas menjadi halus. Perkembangan terbaru seiring naiknya harga minyak dunia, singkong juga bisa dijadikan alternatif untuk bahan bakar atau bio fuel dan merupakan alternatif paling ekonomis kedua setelah tetes tebu.

Dengan berbagai macam kegunaan dan sebaran yang merata diseluruh Indonesia, bahkan bisa tumbuh dilahan kritis, sudah saat-nya budidaya tanaman singkong di galakkan oleh pemerintah, terutama dilahan-lahan kritis yang saat ini jumlah nya jutaan hektar dan ditelantarkan tanpa memberi nilai tambah.

Saat itu kami menaruh harapan besar ke pengurus ICMI untuk turut mendorong pemerintah segera memanfaatkan lahan-lahan terlantar, terutama di wilayah lampung, untuk budidaya singkong dan memberi pekerjaan ke ratusan ribu petani sehingga bisa mengangkat kualitas kehidupan mereka..!! Harapan besar itu saya sampaikan ke Ibu Marwah Daud, salah satu intelektual kita yang peduli pada petani, semoga bisa diteruskan dan direalisasikan….atau siapa tahu Ibu jadi menteri lagi dan bisa mengubah arah kebijakan pertanian dan perkebunan kita kearah yang lebih baik.


Satu jam setelah rombongan pamitan, saya menerima sms dari Bu Marwah, bunyinya begini :

“ Assalamu’alaikum wr wb. Atas nama pengurus ICMI Pusat dan Orwil Lampung, serta Lampung Timur kami ucapkan terimakasih atas penerimaannya yang hangat. Kami bangga dan bersyukur putra-putri Indonesia bisa mengolah hasil pertanian Singkong dengan pabrik modern dan menghasilkan produk yang diterima di 60 Negara. ICMI dan PT Sorini Tbk. Bisa berjuang bareng agar lahan tidur bisa dimanfaatkan untuk industri guna tingkatkan taraf hidup ratusan ribu petani singkong di Lampung. Kita cari waktu untuk bicarakan detailnya. Salam

Sampai saat ini saya belum lagi contact beliau….!! He..he..sepertinya saya harus pro aktif, orang sesibuk beliau pasti nggak sempet….OK, Bu Marwah, tunggu saya ke Jakarta, saya akan mampir ke kantor ICMI untuk membicarakan pemberdayaan petani singkong ini…..!!

Friday, February 22, 2008

Petani dan Agen Singkong Ber Omzet Miliaran…….!!!

Kalau anda mendengar kata singkong, maka yang terbayang adalah jenis komoditas murah, pedesaan, katro (kata thukul arwana) dan pasti tidak jauh-jauh dari kemiskinan.

Namun tahukah anda bahwa penghasilan petani dan agen-agen singkong saat ini bisa mengalahkan pedagang mobil, elektronik, gadgets ataupun garmen seperti yang banyak temen-temen TDA jalankan atau Manager senior di bank-bank mapan dan perusahaan besar.

Saat ini, singkong, seperti juga produk agro lainnya; sawit, karet dan tebu, sedang booming dan mendatangkan rejeki berlimpah ke petani dan agen. Naiknya harga minyak membuat produk substitusi di cari banyak kalangan, singkong sebagai salah satu bahan baku bio fuel juga menjadi primadona dan intensif di budidayakan. Apalagi teknik budidaya singkong relative mudah, murah, tahan penyakit dan bisa tumbuh di lahan yang kritis sekalipun….!

Serial tulisan ini sharing kecil saya untuk temen-temen TDA berdasarkan pengamatan sehari-hari di daerah Lampung sebagi sentra penghasil singkong terbesar di Indonesia. Semoga bisa memberi inspirasi, memberdayakan lahan-lahan kosong dan menaikkan pendapatan petani kita……

Nyoman
Petani sederhana ini juga ber profesi sebagai guru SMA, beliau merupakan transmigran dari Bali sejak tahun 60-an. Saat ini mengelola ratusan hektar tanaman singkong dan ber mitra dengan petani-petani lain dalam kelompoknya. Sebagai seorang pemimpin kelompok tani, Pak Nyoman juga menjadi agen yang menjembatani penjualan panen singkong dari petani-petani ke pabrik di sekitar wilayah lahan, baik untuk bahan baku industri tepung tapioca maupun untuk ethanol.

Pengalaman puluhan tahun sebagai petani singkong membuat beliau punya jaringan yang sangat luas dikalangan petani, apalagi sesama komunitas transmigran bali yang masih sangat erat kekerabatannya. Sebagai agen sebuah pabrik besar P Nyoman di berikan target harian untuk bisa memenuhi kebutuhan pabrik, angka 100 – 150 Ton singkong segar per hari bukanlah target sulit untuk dicapai. Sekarang, mari kita coba hitung berapa omzet harian dan bulanan beliau sebagai agen dan kita estimasi pendapatan bulanannya. Juga penghasilan sebagai coordinator kelompok tani.

Dengan makin banyaknya pabrik berdiri, baik pabrik tepung tapioca maupun bio fuel, kebutuhan akan supply singkong meningkat, sedangkan perkembangan luas lahan relative lambat dan masih harus ber kompetisi dengan jenis tanaman lain; karet, tebu dan sawit yang juga sedang booming dan menguntungkan. Kondisi ini menyebabkan harga singkong naik tajam dari rentang Rp. 200 – 300 /kg di tahun 2006 menjadi Rp 400 – 500/kg an di sepanjang 2007 dan trend di tahun 2008 di prediksikan akan semakin naik.

Dengan asumsi harga rata-rata Rp. 425/kg maka omset harian beliau adalah Rp. 425 x 100,000 kg = Rp. 42,500,000 dan dengan asumsi pabrik ber operasi 25 hari kerja per bulan maka omset P Nyoman mencapai Rp. 1,062,500,000 / bulan…Fantastis bukan..???
Pakem yang berlaku dalam proses jual beli singkong dari petani – agen – pabrikan, biasanya agen akan mendapat keuntungan/fee sebesar Rp. 10 – 15 dari pabrik. Dengan target 100 Ton/hari, 25 hari kerja dan asumsi fee Rp. 10/kg maka keuntungan/fee dari keagenan sebesar Rp. 25 juta/bulan…sebuah angka yang sangat besar…barangkali setara dengan manager senior di bank-bank yang sudah mapan…!! Tentunya untuk mensupply 100 Ton/hari, P Nyoman dibantu oleh pekerja atau saudara-saudara nya yang lain, tapi tetap saja penghasilan yang diterima sangat wah…!!

Dari aktifitas bertanam singkong dan mengkoordinir kelompok tani, beliau juga masih memperoleh keuntungan lagi yang jumlahnya juga cukup besar.

Sebagai gambaran biaya budidaya tanaman singkong per hektar rata-rata adalah Rp. 4.5 juta/Ha dengan rincian sebagai berikut :

Sewa tanah Rp. 1,000,000/Ha
Pengolahan Lahan Rp. 1,000,000
Pemupukan Rp. 1.600,000
Tenaga Kerja Rp. 900,000

Dengan perawatan yang baik dan pemupukan yang tepat, bisa menghasilkan singkong sebesar 30 Ton/Ha dengan rendemen 24% untuk waktu penanaman 10 – 12 bulan. Harga di pabrik-pabrik di Lampung saat ini berkisar di angka Rp. 450/kg….maka untuk hasil panen 30 Ton/Ha akan menghasilkan 30,000 kg x 450 = Rp. 13,500,000, masih dipotong ongkos transport dan cabut Rp. 100 x 30,000 = Rp 3,000,000……..hasil bersih Rp. 10,5 juta dengan modal awal Rp. 4,5 juta ( itupun dengan asumsi lahan sewaan, kalau lahan sendiri hasil akan lebih besar lagi…!). Sebuah investasi yang sangat menarik bukan………..?

Keluarga P Nyoman memiliki lahan 15 Ha, maka dari hasil bertanam singkong, keluarga petani ini memperoleh penghasilan Rp. (10,5 jt – 4,5 jt ) x 15 Ha = Rp. 90 juta/panen atau setahun. Jumlah yang cukup lumayan…belum lagi dari kegiatan coordinator kelompok tani yang jumlah nya ratusan hektar, beliau masih memperoleh fee tambahan Rp. 10 untuk setiap kilo hasil panen singkong…….Perbincangan terakhir saya dengan Pak Nyoman minggu lalu, beliau sudah ber ancang-ancang menggati mobil Suzuki Katana tuanya dengan Nissan Terano terbaru, agar lebih mudah masuk lahan katanya……sebuah aktifitas off road yang menguntungkan tentunya….he…he..he

Anda tentu mengira cerita diatas hanyalah segelintir dari ribuan petani lain yang susah hidupnya….Namun jangan salah…! Di Lampung, cukup banyak petani / agen singkong yang bahkan ber omzet dan penghasilan lebih besar dari P Nyoman........satu demi satu, Insya Allah akan saya ceritakan siapa saja petani-petani itu dan bagaimana mereka memperoleh penghasilan sebanyak itu di edisi berikutnya…………….!!
Jika anda tertarik menginvestasikan uang nganggur anda, mainlah ke Lampung, masih sangat banyak lahan terbengkalai eks HGU perkebunan-perkebunan besar yang ditelantarkan dan kemudian dikuasai kembali oleh masyarakat (mungkin dulu juga mengambil paksa dari masyarakat……..!!). Anda bisa menyewa tanah dari masyrakat adat dan mencari petani mitra yang bisa di percaya…mari galakkan agro industri kita sehingga semua petani bisa kaya, berpenghasilan cukup dan melampaui petani-petani di Thailand…….

Salam Dahsyat Luar Biasa…..!!

Wednesday, January 02, 2008

Mari Bertanam Singkong

Bagi sebagian besar kita yang dari kecil hidup di kota, mungkin kata ‘singkong’ hanyalah ada dalam nyanyian atau percakapan guyonan saja. Seperti apa pohon dan buahnya, mungkin tidak pernah terbayang di benak kita, apalagi bagaimana singkong di budidayakan dan diproses untuk industri. Baik itu industri tepung, maupun trend baru, sebagai bahan baku Bio Etanol, bahan bakar ramah lingkungan. Sejak harga minyak melampaui $60/barrel, kalangan industri dan pemerintah berusaha ramai-ramai untuk mencari energi alternative yang bisa menggantikan minyak, yang sampai blog ini ditulis harganya sudah memroket mendekati $ 100/barrel. Belum lagi kekhawatiran akan semakin menipisnya cadangan minyak dunia dan naiknya suhu bumi akibat pemanasan global.

Bio Ethanol, sebagai bahan energi alternative rame dibicarakan, digadang-gadang dan dibedah di forum-forum bak selebritis….baik karena harganya yang lebih murah, ramah lingkungan, maupun bahan baku-nya yang membludak dan sangat potensial untuk di kembangkan di Indonesia…..yaitu: tebu, singkong, sawit, jarak pagar dan lainnya.

Saya hanya bermaksud mengupas tentang singkong di sini, sesuai dengan pemahaman saya sebagai salah satu karyawan dalam perusahaan yang sedang giat bermitra dengan petani untuk menanam singkong di Lampung.

Pertanyaannya…? Apa yang bisa kita manfaatkan dari efek naiknya harga minyak dunia ini…? Tentu energi alternative naik daun dan bahan baku pembuat energi ini juga naik harganya…kenaikan ini ber imbas ke ratusan ribu petani singkong yang dulunya selalu dipermainkan tengkulak dengan harga super murah saat panen raya…..!

Apa kelebihan singkong dibanding tanaman lain sehingga layak untuk dijadikan ladang investasi/usaha kita ..?

Harga yang relative stabil, harga singkong saat ini relative stabil sejak tahun 2005 di angka 400 – 450/kg, ini disebabkan karena singkong banyak di pakai di industri tepung, di Lampung khususnya, dan rumors effect masuknya investor-investor besar ke industri bio etanol. Harga yang stabil dan jaminan market dari industri adalah kunci sukses agro industri, karena harga tidak bakal terjun bebas saat panen raya.
Dapat ditanam sepanjang tahun, bertanam singkong tidak tergantung musim-musim tertentu. Asal ada hujan, walau sedikit, kita bisa bertanam singkong sepanjang tahun sehingga menghindari panen raya yang ekstrim.
Tahan penyakit, dibanding tanaman lain seperti padi, jagung dan coklat, atau bahkan tebu dan karet, bertanam singkong relative aman dari serangan penyakit. Sampai saat ini belum pernah terdengar ada hama singkong menyerang sehingga membuat ratusan hektar tanaman mati. Musuh utama singkong hanyalah babi hutan dan gajah (kalau tanam deket kawasan gajah)
Umur panen relative pendek, tanaman singkong dapat dipanen pada umur 7 – 10 bulan, tergantung jenis/varietas singkong yang ditanam. Singkong Thailand atau adira bisa dipanen 7-8 bulan, sedangkan singkong jenis Kassesart sebaiknya dipanen setelah umur 10 bulan, karena kadar tepungnya sudah cukup tinggi sehingga dihargai oleh industri tepung dan bio ethanol.
Mudah pemeliharaannya, menanam singkong sangatlah mudah, bibit nya pun gampang didapat, cukup potong batang singkong +/ 15 – 20 Cm dan ditanamkan ditanah yang sudah dibajak dengan jarak tanam 60 x 70. Dengan pemupukan dan penyiangan yang baik, singkong tumbuh optimal tanpa perlu di rawat secara njlimet.

Dengan segala keunggulan tersebut..? lantas bagaimana hitung-hitungan untung ruginya..? Yah namanya juga pengusaha, untung rugi, cost – profit analysis harus kita hitung masak-masak beserta resiko-resiko lainnya.

Berdasar pengalaman pribadi saya bermitra dengan ratusan petani, hampir tidak ada teknologi standar yang menjamin hasil yang optimal, 25 s/d 30 Ton/Hektar. Masing-masing petani punya pola dan teknologi sendiri berdasar pengalaman dan kondisi tanah dilingkungan mereka.

Berikut salah satu contoh hitung-hitungan budi daya singkong dengan target panen 25 Ton/Ha untuk jangka waktu 10 bulan:


Target Produksi : 25 Ton/Ha, Netto
Harga : Rp. 425/kg
Total Penerimaan : Rp. 10,625,000

Biaya sewa lahan : Rp. 750,000 ( Asumsi lahan sewa di Lampung)
Biaya pengolahan lahan : Rp. 700,000 ( Bajak & Ridger )
Biaya bibit : Rp. 350,000 ( 14,000 stek )
Biaya pemupukan : Rp. 1,300,000 (Urea, Kcl, SP 36 & Herbisida)
Biaya tenaga kerja : Rp. 1,300,000 (Ongkos tanam, mupuk & panen)
Ongkos Transport : Rp. 1,500,000 (Transport dari lahan kepabrik @Rp 60/kg)
Total Biaya : Rp. 5,900,000

Keuntungan Bersih : Rp. 4,725,000

Hasil investasi 107% dari modal, ongkos transport kita keluarkan dari perhitungan modal karena dibayar saat terima uang dari pabrik

Nah, cukup menguntungkan bukan..?