Beberapa hari lalu saya nonton film lama di TV, sebuah film berjudul 'Inside Man' produksi tahun 2006 dan dibintangi Denzel Washington, Jodie Foster dan Clive Owen.
Film ini berkisah tentang perampokan bank yang dirancang sedemikian sempurna, memanfaatkan sandera sebagai jalan keluar, sehingga para perampok bisa melenggang dari bank tanpa meninggalkan jejak sedikitpun. Tidak setetespun darah tertumpah...
Yang sangat menarik motif dibalik perampokan tersebut bukanlah ingin mengambil uang bank untuk memperkaya diri. Bahkan tidak sedolar pun uang bank yang hilang. Perampok hanya membuka safe deposit box nomor 392, mengambil beberapa butir permata dan meninggalkan sebuah cincin.
Rupanya cincin itu menuntun pada kisah tragis sejarah pendirian bank tersebut dan pemiliknya.
Cincin tersebut adalah milik istri bangsawan dan pengusaha kaya Yahudi berkebangsaan Perancis yang menjadi korban Hitler saat perang berkecamuk. Sedangkan pemilik bank ternyata teman dari pengusaha tersebut namun juga merupakan rekanan Hitler dalam menampung aset-aset haram hasil jarahan
Dengan aset-aset hasil rampasan perang tersebut, dia mendirikan bank dan hidup terhormat sebagai warga kelas atas Amerika sampai para perampok ideologis tersebut membuka kedoknya
Yang masih terus membekas di benak saya adalah salah satu dialog dalam film tersebut. Saat Jodie Foster yang disewa oleh pemilik bank untuk melobi Denzel Washington sebagai kepala detektif yang menangani kasus perampokan ini.
Jodie Foster mengutip ucapakan terkenal dari Baron Rothschild, Bankir legendaris Inggris abad 18, "Bila darah mulai tertumpah dijalanan, itulah saat membeli properti !".
Ucapan ini, walaupun bernada sangat kejam dan kurang berperikemanusiaan, merupakan nasehat investasi yang masih sangat relevan sampai saat ini, tiga abad sejak diucapkan oleh Baron Rothschild.
Di Indonesia, setidaknya dalam 15 tahun terakhir, kejadian ini benar-benar terjadi dan saya yakin banyak investor cerdas atau nekad yang memperoleh keuntungan dari situasi tersebut.
Pertama; saat terjadinya kerusuhan tahun 1998 di Jakarta yang diikuti krisis moneter yang cukup lama. Berapa banyak properti-properti di lokasi strategis, baik itu rumah, ruko, mall maupun perkantoran ditinggalkan pemiliknya ? yang kemudian dijual sebegitu murahnya oleh pemilik, bank penyedia kredit ataupun dilelang lewat BPPN.
Kalau saat itu anda sudah menjadi seorang investor properti, membeli dan menyediakan pendanaan untuk properti-properti tersebut tentu saat ini anda sudah menjadi raja properti karena harganya sudah naik berpuluh-puluh atau bahkan ratusan kali lipat.
Kedua; saat jajak pendapat di Timor-Timor dimenangkan kubu pro kemerdekaan yang kemudian diikuti kerusuhan yang cukup lama. Berapa banyak properti di lokasi-lokasi strategis yang ditinggalkan pemiliknya ? terlebih jika pemiliknya adalah pendukung kubu pro-integrasi atau warga Indonesia yang tinggal disana ?
Pasti semua dijual secepatnya, berapapun harganya asal laku. Apalagi saat itu belum tentu ada investor yang berpikiran untuk membeli. Banyak yang bahkan memiliki dengan menjarah. Saya jadi ingat seorang teman saya yang hampir gila karena meninggalkan aset-asetnya yang dikumpulkan dengan susah payah disana.
Tapi apakah saat itu ada investor nekad dan cerdas yang membeli dengan benar dan bermaksud juga menolong ? tentu ada !. Dan saat ini pasti investor tersebut sudah kaya-raya karena harga propertinya naik berlipat-lipat.
Kejadian ketiga; saat kerusuhan SARA melanda Kalimantan Tengah antara suku setempat dengan pendatang dari Madura. Ribuan korban jiwa melayang sia-sia. Jangankan memikirkan harta ataupun properti, menyelamatkan nyawa keluarga saja susah.
Namun lihatlah sekarang ! perdamaian sudah berjalan, roda perekonomian kembali pulih, pendatangpun sudah menempati wilayah-wilayah milik mereka dan harga properti di lokasi-lokasi strategis pasti sudah naik berpuluh-puluh kali lipat.
Maksud tulisan ini bukan saya menganjurkan kita untuk senang dengan penderitaan orang lain, apalagi ikut-ikutan menyulut kerusuhan. Namun sebagai perspektif dari kacamata seorang investor properti, mencermati naik turunnya pasar beserta faktor-faktor dominan yang mempengaruhinya
Juga membeli properti dengan harga murah saat orang lain tidak mau membeli dan pemilik benar-benar sangat membutuhkan merupakan tindakan yang juga bisa dikategorikan menolong orang dari kesulitan
Sejarah akan selalu berulang, kapan dan dimananya saja yang kadang berbeda. Tinggal kita pintar-pintar untuk mencermati pasar....kapan saat membeli, mengelola, menyewakan dan kapan saat menjual
No comments:
Post a Comment