Konon jaman dahulu kala, suku suku di pedalaman Afrika menggunakan kendi untuk berburu kera. Kendi dengan bentuknya yang unik, lebar di mulut, lebar ruang dalam dan leher yang menyempit sangat tepat untuk memerangkap tangan kera sehingga tidak bisa melepaskan diri.
Kendi diikat pada sebuah pohon besar dan didalam nya di taruh kacang kesukaan kera. Kacang juga di taburkan di sekeliling kendi untuk memancing kera datang. Saat kacang diluar sudah habis, kera akan memasukkan tangannya dan mengambil kacang dalam kendi. Saat itu pula tangan menggenggam erat kacang dan tidak bisa ditarik keluar karena leher kendi yang sempit untuk tangan yang selalu tergenggam.
Cerita diatas sudah sering saya dengar dari beberapa orang. Pertama saya mendengarnya saat mengikuti seminar Tung Desem Waringin. Kemudian saya juga membacanya dalam Success Principle nya Jack Canfield. Beberapa motivator pun sering mengungkapkan metafora ini di radio radio.
Kenapa kera tidak mau melepaskan kacang dalam genggamannya dan dengan mudah melepaskan diri dari perangkap ?
Sebuah pertanyaan filosofis yang juga layak di tanyakan pada diri kita....
Kera tidak mau melepaskan genggamannya karena dia sudah memperoleh makanan dengan cepat dan mudah. Sebuah kepastian makanan yang ada di genggaman. Walaupun terikat pada kendi dengan tali yang hanya beberapa meter dia tidak mau melepaskannya lagi.
Sadar atau tidak sadar kera ini hanya menunggu waktu sang pemburu datang untuk menangkapnya dan menjualnya ke pasar atau untuk santap malam anggota suku.
Padahal kalau kera itu mau sedikit berusaha dan mengambil sedikit resiko, tidak hanya terfokus pada kacang yang sudah di genggaman. Banyak sekali sumber makanan di hutan itu yang bisa dia jelajahi dan eksplore. Ada bermacam macam buah buahan yang tumbuh disana, biji bijian yang sangat menyehatkan dan bermacam macam dedaunan yang menguatkan tubuhnya. Juga arena bermain yang sangat luas.
Yang harus dia lakukan hanyalah mencari, mengeksplore dan berusaha lebih keras dari sekedar menunggui kacang di genggaman yang terikat pada kendi itu.
Tentu saja ada juga resiko yang harus dia hadapi, bisa saja di terkam harimau, atau bahkan ditelan ular raksasa. Namun terikat pada kendi bukanlah sebuah pilihan, karena resiko ditangkap saat pemburu datang sudah merupakan kepastian. Belum lagi kalo lagi harimau atau ular datang dia tidak punya kesempatan untuk lari dan menghindar….
Begitupun kebanyakan dari kita. Kita sering terpaku pada comfort zone kita dan tidak mau beranjak dari situ. Setia menggenggam apa yang kita dapatkan sekarang dan menunggu waktu sampai entah kapan. Arena bermain kita sebatas panjang tali yang diikatkan pada comfort zone kita. Sebuah kehidupan sempit yang dijalani jutaan orang di tangga korporasi perusahaan.
Setahun terakhir saya memikirkan metafora diatas. Selalu menggelitik perenunganku.
Sampai kapan saya terikat pada kendi di pohon itu. Sampai kapan harus menjalani kehidupan sempit sebatas panjang tali yang seolah olah selalu di tarik ulur pemburu setiap saya memberontak.
Saya bukanlah kera dan tidak ingin terikat pada kendi yang sama……..
Akhirnya saya punya keberanian memutuskan. Melepas semua kacang dalam genggaman. Masuk hutan mencari kehidupan luas yang mengasyikan. Tentu saja saya sudah berbekal peta hutan, belajar ilmu menaklukan harimau dan mendalami ilmu loncat pohon untuk lari dari kejaran ular.
5 comments:
subhanAlloh, cerita yang sangat sarat makna.
Thanks kang.
Bayu
http://www.katalogsepatu.blogspot.com
Cerita yang penuh menginspirasi pak...ternyata pada saat kita menjadi TDB..tak ubahnya kera yang terperangkap kacang dalam kendi.
Ok mas sangat bagus.....
Really Inspiring....Thanks...
Dear All, thanks atas comments dan support nya. Semoga kita selalu bisa menarik pelajaran berharga dari kejadian di sekeliling kita...
Sukses selalu
Rgds
Didi
Post a Comment